9 Negara yang Masuk Radar Trump dalam Investigasi Pajak Digital
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sedang melakukan investigasi pajak digital terkait kekhawatiran diskriminasi atas perusahaan negaranya. Investigasi ini akan dilakukan pada Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Turki dan Inggris.
Penyelidikan itu dilakukan karena semakin banyak negara mempertimbangkan pajak baru untuk layanan daring atau online. Alasannya, perusahaan digital harus dikenakan pajak berdasarkan tempat penjualan atau kegiatannya, bukan di mana kantor pusatnya berada. Sementara, AS saat ini menjadi rumah bagi perusahaan teknologi besar, seperti Google, Amazon, Apple, dan Facebook.
Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) telah mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan terkait rencana penerapan pajak digital di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan telah menjelaskan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN terhadap perusahaan digital bukan merupakan subjek investigasi AS.
Pengenaan pajak digital di Indonesia berupa Pajak Pertambahan Nilai atau PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 tahun 2020. Dengan pengenaan PPN, hal tersebut bukanlah suatu hal yang merugikan bagi perusahaan digital luar negeri. "Tak ada sengketa dalam PPN karena yang membayar masyarakat," kata dia dalam konferensi video, Selasa (16/6).
(Baca: Trump Bidik RI soal Pajak Digital, Sri Mulyani Siapkan Argumen Ini)
Pengenaan PPN perusahaan digital luar negeri juga telah dibahas bersama Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan negara-negara G-20. OECD mulai tahun lalu berupaya menyusun aturan agar perusahaan digital membayar pajak di tempat melakukan bisnis. Organisasi ini menghitung potensi pajak digital secara global dapat mencapai US$ 100 miliar per tahun.
Bagaimana model pajak digital yang diterapkan oleh sembilan negara lainnya? Merangkum dari berbagai sumber, berikut daftarnya:
1. Austria
Negara ini mengenakan pajak layanan digital untuk iklan digital yang efektif pada 1 Januari 2020. Secara umum, setiap pendapatan iklan digital dikenakan pajak 5%.
Pajak 5% pada pendapatan iklan digital Austria berlaku untuk perusahaan dengan omset tahunan di seluruh dunia sebesar 750 juta euro (sekitar Rp 12 triliun) atau lebih dan 25 juta euro (Rp 400 miliar) atau lebih di Austria.
(Baca: Anggota DPR Sebut Potensi Masalah jika RI Berlakukan Pajak Digital)
2. Brasil
Pada 4 Mei lalu, pemerintah Brasil membuat undang-undang pajak digital yang disebut CIDE-Digital dan telah diajukan ke parlemen. Pendapatan yang dihasilkan dari pajak ini akan masuk ke dana nasional untuk pengembangan teknologi dan ilmiah.
Pajak ini akan berasal dari penjualan iklan yang ditargetkan kepada pengguna yang berlookasi di Brazil dan memakai platform digital. Pajak ini berlaku pada entitas yang bermodisili di Brasil atau luar negeri yang memperoleh pendapatan global tahunan sekitar US$ 600 juta (sekitar Rp 8,5 triliun) atau memiliki pendapatan kotor di Brasil yang melebihi US$ 20 juta.
Bentuk pengenaan pajak ini akan progresif. Sebesar 1% dikenakan pada jumlah pendapatan hingga US$ 30 juta, lalu 3% untuk pendapatan US$ 30 juta sampai US$ 60 juta, dan 5% untuk yang melebihi US$ 60 juta.
(Baca: RI Berpotensi Raup Pajak Rp 10,3 T dari Netflix hingga Game Online)
3. Republik Ceko
Undang-undang pajak digital di Republik Ceko masih dalam tahap pembahasan di parlemen. Pajak ini berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan tahunan secara global lebih dari 750 juta euro atau setidaknya 4 juta euro di negara tersebut.
Besar pajaknya adalah 7% dan pemerintah Ceko berharap akan mendapatkan pendapatan negara sekitar 200 juta euro per tahun. Pajak ini diperkirakan akan mempengaruhi perusahaan AS berskala global, seperti Google, Amazon, Facebook, dan Apple.
(Baca: Terapkan Pajak Digital, RI Terancam Perang Dagang dengan AS)
4. Uni Eropa
Komisi Uni Eropa sedang mempertimbangkan kembali rencana pengenaan pajak layanan digital. Nantinya, penerimaan dari pajak itu akan masuk ke dana pemulihan sebesar 750 miliar euro.
Pajak digital untuk perusahaan beromzet di atas 750 juta euro dapat menghasilkan penerimaan sekitar 1,3 miliar euro per tahun. Namun, tak semua anggota sepakat dengan rencana ini. Irlandia, Finlandia, dan Swedia belum sepakat dengan rancangan aturannya.
(Baca: RI Pungut Pajak Digital Mulai Juli, Bagaimana Aturan di Negara Lain?)
5. India
Per 1 April lalu, pemerintah India mengenakan pajak baru untuk perusahaan digital asing. Pajaknya sebesar 2% pada pendapatan operator dan pemasok e-commerce yang tidak memiliki kehadiran pajak di negara tersebut. Pajak ini hanya berlaku untuk perusahaan, bukan penduduk.
6. Italia
Undang-Undang Anggaran Italia untuk tahun ini memperkenalkan pajak layanan digital sebesar 3% untuk pendapatan dari layanan digital yang diberikan kepada pengguna di negara itu. Aturan ini telah berlaku pada 1 Januari 2020.
Perusahaan yang terkena pajak ini harus memiliki pendapatan di seluruh dunia setidaknya 750 juta euro atau minimal 5,5 juta euro di Italia.
(Baca: Jalan Panjang dan Berliku Memburu Pajak Digital Asing)
7. Spanyol
Pemerintah Spanyol telah menerbitkan rancangan undang-undang pajak digital. Besar pajaknya adalah 3% untuk layanan digital tertentu yang berlaku bagi perusahaan dengan omset tahunan 750 juta euro secara global dan tiga juta euro untuk pendapatan di Spanyol.
Pajaknya berlaku untuk penjualan yang berasal dari penyediaan layanan iklan online, layanan perantara online, dan penjualan data pengguna. Wajib pajak tidak akan melakukan pembayaran pertama mereka sampai 20 Desember 2020, untuk memberikan waktu bagi negara-negara untuk menyetujui kerangka kerja pajak digital bersama di bawah kepemimpinan OECD.
(Baca: Asosiasi E-Commerce Mendukung Kebijakan PPN 10% pada Transaksi Digital)
8. Turki
Pajak digital di Turki telah berlaku pada Maret 2020. Besarnya adalah 7,5% dari pendapatan di negara itu. Wajib pajaknya adalah perusahaan yang pendapatannya secara global mencapai 750 juta euro atau US$ 3,3 juta untuk pendapatan di Turki.
9. Inggris
Mulai 1 April 2020, pemerintah Inggris memperkenalkan pajak 2% untuk mesin pencari, layanan media sosial, dan e-commerce di negaranya. Langkah ini utnuk memastikan bisnis multinasional besar dapat memberikan kontribusi adil untuk mendukung layanan publik yang vital.
Pemerintah di sana percaya solusi jangka panjang soal pajak digital masih ada. Hal ini memerlukan reformasi aturan pajak perusahaan insternasional dan dukungan G-7,G-20, dan OECD dalam jangka panjang. Kalau sudah ada solusi internasional yang sesuai, pemerintah Inggris berkomitmen tidak lagi menerapkan pajak layanan digital.
(Baca: Layanan Netflix dan Spotify akan Kena Pajak Paling Cepat Agustus)