Sri Mulyani Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Jadi 1%
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan berada di kisaran 0,4% sampai 1%. Penyebabnya yaitu kemungkinan kontraksi ekonomi yang cukup dalam pada kuartal II 2020.
"Sebelumnya kami perkirakan upper-nya 2,3%, sekarang kami revisi agak turun ke 1%," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (18/6).
Selain outloook pertumbuhan ekonomi, inflasi tahun ini diproyeksikan antara 2% hingga 4%. Kemudian tingkat bunga SPN 3 bulan 3,5-4,5%, dan nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.900-15.500 per dolar AS.
Harga minyak mentah Indonesia diproyeksikan berada pada US$ 30-35 per barel. Lalu lifting minyak 695-725 ribu barel per hari (bph) dan lifting gas 990 ribu sampai 1,05 juta barel setara minyak per hari.
(Baca: Kuartal II Kontraksi, BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2020 Hanya 1,9%)
Adapun pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2021 akan meningkat. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2021, pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 4,5-5,5%.
"Pertumbuhan ekonomi ini tentu sangat tergantung pada situasi semester kedua 2020 yang kami harapkan menjadi awal pemulihan ekonomi," kata Sri Mulyani.
Sementara, inflasi ditargetkan terjaga pada rentang 2% hingga 4% dan tingkat bunga SPN 3 bulan berubah menjadi tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang ditargetkan pada level 6,67-9,56%. Serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditargetkan pada kisaran Rp 14.900 - Rp 15.300 per dolar AS.
Kemudian harga minyak mentah Indonesia diprediksi berada di kisaran US$ 40-50 per barel, dengan lifting minyak bumi 677.000-737.000 bph, dan lifting gas bumi ditargetkan berada di rentang 1,085 juta hingga 1,173 juta barel setara minyak per hari.
(Baca: Proyeksi Suram Ekonomi Indonesia Kuartal II dan Dampak Turunannya)
Sementara itu, pemerintah mematok defisit APBN 2021 di kisaran 3,21-4,17% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut nantinya akan dibiayai melalui pembiayaan anggaran, baik melalui utang netto dan investasi.
Target pembiayaan pada KEM-PPKF 2021 ditetapkan berkisar antara 3,21-4,17% terhadap PDB. Rinciannya, utang netto di kisaran 3,31-4,57% dan investasi di investasi 0,1-0,4%. Target defisit fiskal didapat dari selisih belanja negara ditetapkan di kisaran 13,11-15,17% dan pendapatan negara yang berada di kisaran 9,9-11%.
Sedangkan, pendapatan negara pada 2021 akan terdiri dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan di kisaran 8,25-8,63% terhadap PDB, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di kisaran 1,6-2,3%, dan hibah 0,05-0,07%.
Kemudian, target belanja negara terdiri dari belanja pusat dengan besaran di kisaran 8,81-10,22%, serta transfer ke daerah dan dana desa 4,3-4,85%. Belanja negara pada tahun depan akan fokus pada tiga hal utama yakni reformasi kesehatan, reformasi anggaran, dan peningkatan efektivitas program perlindungan sosial.
(Baca: Sri Mulyani Ramal Ekonomi Kuartal II Minus 3%, Apakah RI akan Resesi?)