Diklaim Kurangi Korupsi, E-Commerce B2B Diramal Tren di Kementerian
Layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) diprediksi semakin banyak digunakan oleh kementerian dan lembaga (K/L). Sebab, layanan e-commerce dengan model business to business (B2B) ini berpotensi mengurangi korupsi.
Executive Director Indonesia Services Dialogue Council Devi Ariyani menilai, platfrom e-procurement menghadirkan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan begitu, spesifikasi produk, anggaran, partisipan yang terlibat hingga kapabilitas teknis bisa dipantau.
Dengan karakter layanan tersebut, Devi memperkirakan e-commerce B2B akan lebih banyak digunakan oleh kementerian dan lembaga. “Saya rasa pemerintah sudah memiliki komitmen untuk menjalankan ini (layanan e-procurement)," ujar dia kepada Katadata.co.,id, Selasa (7/7).
(Baca: Startup Mbiz, Sediakan E-Procurement untuk Cegah Korupsi)
Saat ini, beberapa kementerian dan lembaga sudah menerapkan layanan e-procurement terpusat melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Namun, jumlahnya tergolong kecil dibandingkan total K/L.
Di satu sisi, pemerintah memberikan kelonggaran kepada seluruh K/L dan pemerintah daerah (Pemda) dalam pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19. Ini tertuang dalam Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 pada 23 Maret lalu.
Dengan adanya aturan itu, instansi pemerintah dapat merealokasikan anggarannya untuk penanganan pandemi corona. Selain itu, K/L dapat menunjuk langsung mitra pengadaan barang dan jasa.
"Hal seperti ini perlu diawasi penggunaan anggarannya dan harus ada post-audit atau pemeriksaan menyeluruh agar proses tender transparan," ujar Devi. Post-audit bertujuan memastikan spesifikasi teknis pengadaan barang dan jasa terkontrol, meskipun ada keadaan darurat.
Dalam kondisi seperti ini, menurutnya layanan e-commerce B2B, khususnya e-procurement bisa menjadi pilihan. (Baca: Ganjar & Bima Arya Sebut Dana Covid-19 dan Bansos Rentan Korupsi)