Rupiah Loyo ke 14.625 per Dolar AS Imbas Data Ekonomi Tiongkok
Nilai tukar rupiah pada pasar spot sore ini, Kamis (16/7), melemah 0,26% ke level Rp 14.625 per dolar Amerika Serikat. Kurs rupiah anjlok meski sempat dibuka menguat, terpengaruh data ekonomi Tiongkok yang baru saja dirilis.
Tak sendirian, mata uang Garuda melemah bersamaan dengan mayoritas mata uang Asia lainnya. Mengutip Bloomberg, yen Jepang dan dolar Hong Kong turun 0,1%, dolar Singapura 0,27%, won Korea Selatan 0,41%, peso Filipina 0,16%, rupee India 0,06%, yuan Tiongkok dan ringgit Malaysia 0,16%, serta baht Thailand 0,43%.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia pada pukul 10.00 WIB pun menempatkan rupiah pada level Rp 14.632 per dolar AS, menurun 16 poin dari level kemarin.
(Baca: BI Prediksi Ekonomi Kuartal II Minus hingga 4% meski Data Juni Membaik)
Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai pelemahan seluruh mata uang Asia terhadap dolar AS dipengaruhi oleh rilis data ekonomi Tiongkok. "Yakni retail sales Tiongkok bulan Juni yang tercatat minus 1,8% dari proyeksi 0,5% meskipun data pertumbuhan ekonomi Tiongkok kuartal II tercatat 3,2% dari minus 6,8%," kata Josua kepada Katadata.co.id, Kamis (16/7).
Selain rilis data ekonomi yang bervariasi, sentimen negatif juga datang dari memanasnya tensi dagang antara AS dan Tiongkok. Sentimen itu menekan indeks saham Tiongkok yang selanjutnya memberikan sentimen negatif bagi pasar regional Asia dan sesi pembukaan pasar Eropa.
"Jadi secara keseluruhan, faktor yang mendorong pelemahan rupiah terhadap dollar lebih didorong oleh pelemahan mata uang Asia serta koreksi di pasar keuangan regional Asia," ujarnya.
(Baca: Sinyal Ekonomi Kuartal II Suram, BI Pangkas Lagi Bunga Acuan Jadi 4%)
BI mencatat nilai tukar rupiah masih tetap terkendali sesuai dengan fundamental. Secara point to point, mata uang Garuda pada kuartal II mengalami apresiasi 14,42% dipengaruhi aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni.
Meski demikian, secara rerata mencatat depresiasi 4,53% akibat level yang masih lemah pada April lalu. Pada awal Juli, rupiah dan mata uang regional sedikit tertekan seiring ketidakpastian global, termasuk akibat kembali meningkatnya risiko geopolitik AS-Tiongkok.
Hingga kemarin, rupiah terdepresiasi 2,28% baik secara point to point maupun secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2020. Sementara jika dibandingkan dengan level akhir 2019, rupiah terdepresiasi 4,83%.