Mengenal Tradisi Tabuik Khas Masyarakat Pariaman
Perjalanan Tradisi Tabuik
Awalnya, Tradisi Tabuik hanya ada satu, yaitu Tabuik Pasa. Sekitar tahun 1915, atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat sebuah tabuik yang lain. Atas kesepakatan para tetua nagari, tabuik harus dibuat di daerah seberang Sungai Pariaman. Alhasil, tabuik kedua diberi nama tabuik subarang.
Salah satu riwayat sesepuh masyarakat mencatat kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada 1916, tetapi ada pula riwayat yang menyebutkan pada 1930. Pembuatan tabuik subarang tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di wilayah Pasa.
Sejak 1982, perayaan tabuik dijadikan bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman. Karena itu terjadi berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian ritual tabuik ini. Jadi, meskipun prosesi ritual awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharram.
Rangkaian Tradisi Tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual tabuik, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.
Prosesi mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharram. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharram. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak saroban.
Pada hari puncak, dilakukan ritual Tradisi Tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharram, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah antara 10-15 Muharram, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai dan dilarung ke laut.
Setiap tahunnya puncak gelaran Tradisi Tabuik selalu disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Sumatera Barat. Tidak hanya masyarakat lokal saja, tradisi ini pun mendapat perhatian dari banyak turis asing yang membuatnya menjadi perhelatan besar yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Pantai Gandoriah yang menjadi titik pusat perhatian seakan menjadi lautan manusia, khususnya menjelang prosesi tabuik diarak menuju pantai.