Pakar Hukum: Wilayah Tambang Habis Kontrak Wajib Ditawarkan ke BUMN

Image title
5 April 2019, 13:21
Ilustrasi Wilayah Tambang Batu Bara
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi Wilayah Tambang Batu Bara

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi menilai tidak ada yang salah dengan permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk penyempurnaan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau RPP Minerba.

Rini disebut meminta adanya ketentuan tentang hak prioritas untuk BUMN dalam memperoleh wilayah izin usaha pertambangan (IUP) yang habis kontrak. Ia juga meminta perubahan dalam salah satu pasal agar luas wilayah IUP pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya diperpanjang tidak melebihi 15.000 hektare.

Ahmad menjelaskan, wilayah tambang yang dikelola PKP2B yang telah habis masa kontraknya memang harus ditawarkan dulu kepada BUMN, sebelum kontraknya diperpanjang menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

"BUMN-lah yang mendapat prioritas pengusahaan IUPK," kata dia kepada katadata.co.id, Kamis (4/4). Bila BUMN tidak berminat maka bisa dilelang kepada pihak swasta.

(Baca: Bukit Asam Siap Tampung Wilayah Tambang yang Habis Kontrak)

Menurut dia, permintaan Rini lainnya soal batasan luasan wilayah tambang menjadi sebesar 15.000 hektare (ha) juga tidak salah. Alasannya sama, yaitu permintaan tersebut sesuai dengan UU Minerba.

Meski begitu, permintaan Rini disebut-sebut memunculkan polemik di kalangan pengusaha pemegang PKP2B yang berharap adanya kepastian perpanjangan kontrak. Basisnya, perjanjian awal yang memuat kepastian perpanjangan kontrak. Kemudian, pasal dalam UU Minerba yang menjamin hak untuk mempertahankan luas wilayah.

Bedasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B yang kontraknya berakhir sepanjang 2019-2026. PT Tanito Harum telah habis kontrak pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia akan berakhir kontraknya pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia pada 13 September 2021.

Kemudian, PT Kaltim Prima Coal pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal pada 26 April 2025.

Menanggapi polemik yang terjadi, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan bahwa RPP Minerba yang adalah revisi keenam PP Minerba sebenarnya dibuat untuk memberikan kepastian bagi pelaku usaha yang kontraknya akan habis.

Saat ini, perusahaan pemegang PKP2B baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak kepada pemerintah paling cepat dua tahun sebelum kontrak berakhir. "Dua tahun terlalu singkat. Karena perusahaan tambang memerlukan kepastian berusaha," ujarnya.

Surat Menteri Rini

Pemerintah tengah bersiap untuk menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau RPP Minerba. Namun, Rini disebut belum menyepakati RPP tersebut. Hal itu disampaikannya dalam surat balasan kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Dalam pembukaan surat berlabel “rahasia” tersebut tertulis, kekayaan sumber daya alam termasuk minerba merupakan kekayaan negara yang pengusahaannya harus dilakukan secara optimal untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka itu, BUMN sebagai kepanjangan tangan negara perlu diberikan peran yang lebih besar.

(Baca: Menteri Rini Disebut Minta Hak Prioritas BUMN Kelola Wilayah Tambang)

Di sisi lain, pemerintah telah menugaskan BUMN pertambangan untuk melakukan hilirisasi batu bara dalam rangka meningkatkan nilai tambah guna meningkatkan atau menghemat devisa negara. Maka itu, dibutuhkan kebijakan yang mendukung.

Dengan mempertimbangkan hal dan berdasarkan kajian, terdapat dua poin penyempurnaan RPP Minerba yang diusulkan Rini, yaitu:

  1. Perlu penyelarasan pada Pasal 112 draf RPP Minerba dimaksud dengan Pasal 62 dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), mengingat dengan pengaturan Pasal 112 draf RPP dimaksud akan mengakibatkan luasan wilayah IUP pemegang PKP2B yang memperoleh perpanjangan akan melebihi 15.000 hektar, melebihi batas yang diatur dalam Pasal 62 dan Pasal 83 UU Minerba.
  2. Perlu pengaturan tambahan dalam RPP Minerba untuk penguatan peran BUMN, sebagai berikut: a. Hak prioritas BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi Kontrak Karya (KK) atau PKP2B yang sudah berakhir.
  3. Penegasan mengenai kewenangan dalam penerbitan IUP dan IUPK bagi BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN oleh Menteri ESDM tanpa kewajiban memperoleh rekomendasi terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah.
  4. Akuisisi saham oleh BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam rangka divestasi saham.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...