Ada Kebijakan B20, Impor Solar pada Oktober Malah Melonjak 78%
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor solar pada Oktober sebesar 558,2 ribu ton, meningkat 78,2% dari bulan sebelumnya yang mencapai 313,6 ribu ton. Lonjakan drastis impor solar tak sejalan dengan klaim pemerintah soal program mandatori minyak kelapa sawit 20% dengan campuran Solar (B20) yang bertujuan menekan impor Solar.
Kepala Sub Direktorat Impor BPS, Rina Dwi Sulastri, menyatakan lonjakan volume tersebut turut menyebabkan nilai impor solar naik mencapai US$ 397,3 juta dari sebelumya US$ 211,3 juta. "Impor solar itu masih naik kalau dibandingkan tahun lalu," kata Rina di Jakarta, Kamis (15/11).
Data BPS, impor solar pada September dan Oktober 2017 tercatat sebesar 810,3 ribu ton dengan nilai US$ 426,8 juta, masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2018 dengan volume 871,8 ribu ton dengan nilai 608,6 juta meskipun telah ditunjang oleh program B20 yang diluncurkan pada awal September.
(Baca: Impor Migas Melonjak, Neraca Dagang Oktober Defisit Besar US$ 1,82 M)
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto justru berdalih impor fluktuasi impor sebagai hal yang wajar. "Kalau tidak ada B20 impor Solar bisa lebih besar lagi," ujar Djoko.
Dia pun menyebut impor solar pada September lebih rendah dibandingkan Agustus 2018. Namun berdasarkan data BPS, impor solar pada Agustus mencapai 693,8 ribu ton dengan nilai US$ 431,2 juta. (Baca: Pemerintah Optimistis Neraca Dagang Oktober Surplus)
Sementara itu, efektivitas program B20 juga mulai membaik dengan realisasi penerannya yang mencapai 90% pada Oktober. Dengan demikian, B20 seharusnya bisa mengurangi impor solar. "Sedikit bedanya, impor kan berdasarkan kebutuhan jadi masih naik," kata Djoko.
Seperti diketahui dalam rilis BPS pagi tadi, nercara perdagangan pada Oktober kembali defisit US$ 1,82 miliar dengan salah satu penyumbang terbesarnya berasal dari defisit neraca migas sebesar US$ 1,4 miliar.