Kementerian ESDM Usul Tambahan Subsidi Solar Rp 1.000 per Liter
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan tambahan subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM ) jenis Solar. Alasannya, peningkatan harga minyak mentah dunia tapi harga jual BBM ke masyarakat tidak boleh naik hingga tahun 2019.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan usulan subsidi Solar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2018 mencapai Rp 1.500 per liter. Sebelumnya hanya Rp 500 per liter.
Usulan ini akan diajukan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2018 paruh kedua tahun ini. "Itu usulannya. Pembahasan resminya kan di DPR nanti di APBNP, biasanya Juli," kata Djoko di Jakarta, Senin (14/5).
Sejak April 2016 lalu, pemerintah memang tidak mengubah harga BBM jenis Solar subsidi dan Premium. Solar harganya sebesar Rp 5.150 per liter, sementara Premium Rp 6.450 per liter. Harga ini tidak akan berubah hingga 2019 mendatang.
Adapun harga minyak dunia kian naik. Mengutio laman Bloomberg pada Senin (14/5) untuk harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juni 2018 harganya mencapai US$ 70,84 per barel. Sementara harga minyak Brent sebesar US$ 77,48 per barel.
Tambahan subsidi ini akan diperoleh dari windfall profit. Jadi, pemerintah diuntungkan dari kenaikan harga minyak. Di APBN, harga minyak mentah Indonesia hanya US$ 48 per barel. Sementara harga minyak kini sekitar US$ 70 per barel. “Sekitar US$ 22 yang merupakan windfall profit dikali volume lifting minyak," ujar Djoko.
Adapun, kuota subsidi Solar dalam APBNP 2018 masih dihitung. Sedangkan volume Solar bersubsidi saat ini mencapai 16 juta kiloliter (KL).
Sementara untuk, pemerintah tidak mengusulkan subsidi untuk Premium. Alasannya Pertamina sudah mendapatkan 10 blok migas terminasi sebagai kompensasi yang dapat membantu keuangan menanggung selisih harga Premium.
Pertamina bisa menjual hak kelola untuk mitra yang berminat di blok tersebut untuk mendapatkan dana. Namun dengan catatan penjualan hak kelola itu harus mendapatkan persetujuan Kementerian ESDM.
(Baca: Hak Prioritas Kontraktor Eksisting di Blok Terminasi Picu Kontroversi)
Tak hanya dari blok terminasi, Pertamina bisa menutup kerugian penjualan Premium dari lini bisnis yang lain, misalnya elpiji dan BBM nonsubsidi. "Kan jualan yang lain untung," kata Djoko.