Hak Prioritas Kontraktor Eksisting di Blok Terminasi Picu Kontroversi
Aturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) yang akan berakhir kontrak kerja samanya menuai kontroversi. Salah satu pemicunya adalah hak prioritas kepada kontraktor eksisting untuk memperpanjang kontrak daripada memberikannya kepada PT Pertamina (Persero), seperti yang tertuang di aturan lama, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 tahun 2015.
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 itu menyebutkan Menteri menetapkan pengelolaan wilayah kerja migas yang berakhir kontrak kerja samanya dengan tiga bentuk. Namun, untuk posisi atas bentuk pengelolaan itu adalah perpanjangan kontrak kerja sama oleh kontraktor. Sedangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 tahun 2015 posisi ataas adalah pengelolaan PT Pertamina (Persero)
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kurtubi menilai Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 itu tidak sejalan dengan konstitusi yakni Undang-undang Dasar (UUD) 1945 khususnya pasal 33. Adapun inti dari pasal 33 itu menyebutkan sumber daya alam di perut bumi dikuasai oleh negara.
Menurut Kurtubi, dalam kontrak hulu migas juga ada klausul yang menyebutkan blok itu dikembalikan ke negara setelah kontrak selesai. “Negara dalam hal ini adalah perusahan minyak nasional,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (8/5).
Pemberian prioritas kepada kontraktor eksisting itu juga dinilai tidak tepat jika dikaitkan dengan iklim investasi. Ini karena habisnya masa kontrak merupakan konsekuensi yang memang harus ditanggung kontraktor.
Negara juga akan terancam kehilangan peluang untuk mendapatkan keuntungan dari blok tersebut kalau diberikan kepada kontraktor eksisting. “Kalau kontraknya diterusin ya keuntungannya itu dibagi. Tidak lagi 100 % negara,” ujar Kurtubi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron menilai blok migas yang kontraknya habis sebaiknya diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan perusahaan swasta nasional. “Justru kurang tepat jika masih juga ketergantungan terhadap kontraktor eksisting,” ujar dia.
Menurut Herman, harus ada kemauan negara untuk mengelola sumber daya alam secara berdaulat. Jadi, sebaiknya blok migas yang berakhir kontraknya itu diprioritaskan ke PT Pertamina (Persero).
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara juga mengatakan ada dugaan pelanggaran konstitusi dengan terbitnya aturan itu. Jika merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012 sebagai hasil judicial review atas Undang-undang Migas No.22/2001, maka pengelolaan blok migas hanya boleh dilakukan oleh BUMN.
Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 UDD 1945 tentang lima aspek penguasaan negara yang harus berada di tangan pemerintah dan DPR, yakni pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan. MK menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.
“Oleh sebab itu, jika Pemerintahan Jokowi masih mengakui keberadaan dan berlakunya UUD 1945, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan wilayah kerja yang berakhir kontraknya kepada BUMN/Pertamina,” ujar Marwan.
Menurut Marwan, Peraturan Menteri ESDM itu juga melanggengkan dominasi kontraktor asing dan bertentangan dengan berbagai ketentuan dalam UU Energi Nomor30 tahun 2007. Pasal 2 UU Energi menyatakan energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, berkeadilan, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
Kemudian aturan itu juga bertentangan dengan pasal 4. Pasal menyatakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Peraturan Menteri yang ditetapkan Ignasius Jonan 20 April 2018 itu juga bertolak belakang dengan visi dan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi pernah mengatakan akan menjadikan Pertamina menjadi tuan di negeri sendiri dan mengungguli Petronas dalam lima tahun ke depan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyatakan kontrak-kontrak migas yang telah berusia di atas 25 tahun seharusnya tidak diperpanjang. “Apakah Presiden terlibat dan telah merestui penerbitan Permen No.23/2018 tersebut?,” ujar Marwan.
Untuk itu Marwan berharap Presiden Jokowi mencabut aturan itu dengan menerbitkan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah. Bisa juga Menteri ESDM mencabut aturan itu.
Selain itu, Marwan berencana menggugat acara itu ke Mahkamah Agung. “Secara legal kan begitu. Kami lagi susun lah rencana ini dan nanti ada beberapa teman aktivis, NGO dan Profesor UI dan dia bicara akan mendukung,” ujar dia.
86 WK Eksploitasi Menurut Skema Kontrak Kerja 2017 dan 2025
Adapun menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM Agung Pribadi, peraturan itu justru upaya nyata untuk mengimplementasikan amanat Pasal 33 UUD 1945. Semangat utama peraturan ini adalah kompetisi yang sehat bagi semua calon kontraktor migas, dalam rangka mendorong hasil pengelolaan migas yang lebih besar bagi negara.
Terhadap Wilayah Kerja (WK) atau blok migas yang akan berakhir kontraknya, pemerintah menghendaki agar tingkat produksinya tidak turun, dan program kerja pengelolaan blok tersebut harus memberikan manfaat yang lebih besar buat negara. “Kalau hasilnya lebih besar, penerimaan negara juga lebih baik, manfaat untuk negara juga makin besar,” kata Agung.
Atas dasar itu Agung mengatakan tidak benar Permen 23/2018 pro asing dan tidak memberikan kesempatan kepada PT Pertamina. Pertamina dapat mengajukan permohonan pengelolaan wilayah kerja migas tersebut, sebagaimana kontraktor lainnya, asing maupun lokal. Nanti akan dievaluasi oleh Tim Kementerian ESDM dan lintas instansi.
Sebelum memberi kesempatan Pertamina untuk bersaing dengan kontraktor migas lain, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberikan hak kelola 10 WK Terminasi kepada Pertamina. Kesepuluh WK migas tersebut yaitu ONWJ, Mahakam, Tengah, Attaka, East Kalimantan, NSO, Sanga-sanga, Southeast Sumatera, Tuban, dan Ogan Komering.
(Baca: Investor Migas Nilai Aturan Baru Blok Habis Kontrak Bisa Jaga Produksi)
Dari pengelolaan WK Mahakam, diprediksikan Pertamina mendapat tambahan pendapatan bersih sekitar Rp 7-8 triliun per tahun. Dari 8 blok lainnya, bisa mendapat tambahan Rp 1 triliun sampai Rp 2 triliun. Artinya dari hak kelola 10 blok migas terminasi itu Pertamina bisa mendapat tambahan pendapatan sekitar Rp 10 triliun per tahun, 20 tahun.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan salah satu semangat diterbitkannya aturan itu untuk menjaga agar produksi tidak turun di akhir kontrak. Sehingga butuh kepastian dalam perpanjangan kontrak.
Namun, menurut Arcandra jika proposal kontraktor lama tidak bagus, Pertamina diberi kesempatan untuk mengajukan proposal. Jika proposal Pertamina jelek, blok itu akan dilelang. "Untuk ke depannya yang eksisting kita beri kesempatan dulu," kata Arcandra di Jakarta, Jumat (27/4).