Pemerintah Kurang Bayar Subsidi Energi Rp 27 Triliun Tahun 2016
Pemerintah ternyata masih kurang membayar subsidi energi kepada tiga badan usaha selama tahun 2016. Ini terungkap dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2017 yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam hasil pemeriksaan itu, BPK menghitung, pemerintah harus membayar subsidi sebesar Rp 92,36 triliun kepada tiga badan usaha, yakni PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PT AKR. Angka itu sebenarnya sudah lebih kecil dari yang diajukan badan usaha sebesar Rp 93,99 triliun.
Namun, dari jumlah Rp 92,36 itu, pemerintah baru membayar Rp 65,07 triliun. “Pemerintah kurang membayar subsidi tahun 2016 senilai Rp 27,29 triliun,” dikutip dari IHPS II tahun 2017, Kamis (5/4).
Jika dirinci, kekurangan bayar subsidi ke PLN mencapai Rp 7,2 triliun. Seharusnya pemerintah membayar Rp 50,8 triliun, meskipun menurut PLN sebelum dikoreksi BPK nilainya Rp 59,6 triliun.
Kemudian kekurangan bayar ke Pertamina dan AKR sekitar Rp 20 triliun. Perinciannya Rp 5,7 trilun untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan Rp 14,3 triliun untuk subsidi elpiji tabung tiga kilo gram (kg) (PT Pertamina).
Salah satu temuan BPK mengenai ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan adalah ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan formula perhitungan harga jual eceran (HJE) BBM sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 2856 Tahun 2015. Alhasil tahun 2016 terjadi perbedaan harga antara HJE penetapan dengan HJE berdasarkan formula baik atas Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) dan Jenis BBM Tertentu (JBT).
(Baca: Dua Bulan Terakhir, Pertamina Kehilangan Potensi Pendapatan Rp 3,9 T)
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan subsidi mengungkapkan 115 temuan yang memuat 172 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 73 kelemahan sistem pengendalian intern, 71 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp2,89 triliun, serta 28 permasalahan 3E senilai Rp1,57 miliar.