Freeport Siap Divestasi Saham Melalui IPO di Pasar Modal
Arief Kamaludin | Katadata
Manajemen PT Freeport Indonesia berminat melakukan divestsi saham melalui penjualan saham perdana ke publik (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, langkah itu baru dilakukankalau pemerintah pusat maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tidak mau membeli 10,64 persen saham yang didivestasikan Freeport.
Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, pihaknya sudah mempertimbangkan semua aspek dalam melakukan divestasi saham. Kalau pemerintah, BUMN, maupun BUMD tidak mengeksekusi haknya, maka kemungkinan terbesar skema divestasi saham Freeport melalui BEI.
]Ia beranggapan penjualan saham melalui bursa akan berdampak baik karena Freeport akan semakin terbuka. "Pak Chappy Hakim (Presiden Direktur Freeport) juga setuju untuk masuk bursa nantinya," ujar Riza saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (13/1).
Namun, Riza mengungkapkan, masih belum ada pembicaraan lanjutan dengan BEI. Selain itu, peraturan baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang kewajiban divestasi saham sebanyak 51 persen secara bertahap, menjadi pertimbangan Freeport.
Padahal, dengan adanya tambang bawah tanah seharusnya Freeport hanya punya kewajiban melakukan divestasi saham sebesar 30 persen. Alhasil, penawaran 10,64 persen saham menjadi bagian kewajiban divestasi saham 30 persen tersebut.
Seperti diketahui, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mematok harga 10,64 persen saham divestasi sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun. Menurut Riza, harga saham yang ditawarkan saat itu sudah sesuai dengan analisa nilai pasar yang wajar. Acuannya adalah masa operasi tambang di Grasberg dalam kontrak karya Freeport.
Namun, pemerintah masih keberatan dengan tawaran harga tersebut. Dari hitungan pemerintah, harga saham divestasi Freeport hanya US$ 630 juta. Harga tersebut dihitung dengan metode replacement cost. Skema ini seusai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 27 tahun 2013.
Permen tersebut mengatur tata cara perhitungan saham divestasi tambang penanaman modal asing. Pada Pasal 13 aturan ini disebutkan bahwa harga divestasi berdasarkan biaya penggantian atas investasi atau replacement cost. Biaya penggantian itu dihitung secara kumulatif dari investasi yang dikeluarkan sejak eksplorasi sampai dengan kewajiban divestasi.
Atas dasar itulah pemerintah menganggap harga yang ditawarkan Freeport terlalu mahal. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan sudah bertemu dengan petinggi Freeport untuk membahas masalah divestasi saham.
Saat ini, ada dua opsi mekanisme divestasi yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah. Pertama, sebanyak 10,64 persen saham divestasi Freeport akan diambil oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Opsi kedua, divestasi melalui IPO.
Jadi, perusahaan tambang tersebut, dalam hal ini Freeport Indonesia, mencatatkan sahamnya di bursa dan menjadi perusahaan publik. Jonan berharap, Freeport segera menyelesaikan proses divestasinya kepada pemerintah. "Intinya yang digariskan pemerintah mereka ikuti," kata dia, akhir tahun lalu.
Editor: Yura Syahrul