Permen ESDM Lebih Tinggi Dibandingkan Kontrak Migas
KATADATA ? Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pengelolaan wilayah kerja (WK) minyak dan gas bumi yang kontraknya akan berakhir, dinilai bertentangan dengan kontrak migas yang sudah ada. Hal ini berpotensi memicu gugatan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dalam Permen yang akan segera terbit ini, kontraktor yang baru bisa diperbolehkan mengakses data WK dari kontraktor lama sebelum masa kontrak berakhir. Kontraktor tersebut juga dapat melakukan perencanaan dan menentukan lokasi pengeboran. Aturan ini sebelumnya tidak ada, bahkan dalam kontrak kerja sama atau production sharing contract (PSC) tidak mengatur masalah hal ini.
(Baca: Perusahaan Migas Mesti Tunduk Hukum Indonesia)
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah tidak perlu khawatir jika ada gugatan dari KKKS, setelah terbitnya Permen tersebut. Peraturan perundang-undangan seperti Permen ESDM, memiliki kuasa yang lebih tinggi dibandingkan kontrak. Untuk itu, kontrak kerja sama atau PSC harus tunduk pada Permen tersebut.
Hal itu, kata dia, juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1337. "Kalau Peraturan Menteri dilawan sama PSC, peraturan menteri akan menang," kata dia kepada Katadata, Senin (11/5).
Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Susyanto mengatakan pemerintah tetap akan menghargai keberadaan kontrak migas yang sudah ada. Namun, di dalam kontrak tersebut juga ditentukan jika kontraktor harus tunduk ke peraturan yang berlaku di Indonesia.
"Ini kan hukum indonesia," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/5).
(Baca: Aturan Masa Transisi, Jangan Sampai Menyalahi Kontrak Migas)
Dia juga berharap kontraktor migas tersebut dapat menerima peraturan yang baru ini. Kontraktor yang kontraknya akan berakhir, harus bersedia membuka akses kepada kontraktor yang akan masuk mengenai wilayah kerjanya.
"Memberikan akses data, bicara masalah bagaimana dukung permudah pelaksanaan kegiatan ke depan, pengadaan, dan sebagainya," ujar dia.
Beberapa kontraktor lama mungkin kurang sepakat dengan adanya Permen ini. Salah satunya kontraktor di Blok Mahakam, yakni Total E&P Indonesie. Total tidak sepakat adanya masa transisi sebelum kontraknya berakhir. Alasannya ketentuan mengenai masa transisi ini tidak ada dalam kontrak.