Harga Minyak Anjlok, Kontraktor Migas Minta Insentif Fiskal
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas menyatakan pandemi corona telah memukul industri hulu migas. Kontraktor migas pun meminta pemerintah memberikan paket insentif fiskal.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan ada beberapa usulan yang diminta oleh perusahaan migas. Salah satunya penundaan pembayaran Abandonment Site Restoration (ASR) atau biaya pasca tambang.
"Diharapkan akan ada perbaikan cashflow kontraktor," ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII secara virtual, Selasa (28/4).
Selanjutnya, perusahaan migas meminta tax holiday untuk pajak penghasilan dengan estimasi dampak corporate and dividen tax rate sebesar 40% hingga 48% untuk kontrak cost recovery dan 25% untuk kontrak. Indonesian Petroleum Association (IPA) juga telah membahas pembebasan branch profit tax atau BPT selama laba setelah pajak diinvestasikan kembali di Indonesia.
Kemudian, penundaan atau penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) LNG melalui penerbitan revisi Peraturan Pemerintah (PP) NO 81. Insentif itu ditujukan bagi blok migas yang menghasilkan produk gas berupa LNG dengan target perbaikan cashflow kontraktor.
"Itu membutuhkan approval dari Kementerian Keuangan," kata Dwi.
(Baca: PGN Minta Insentif ke BUMN dan ESDM Karena Harga Gas Industri Turun)
Kontraktor migas juga meminta agar Barang Milik Negara (BMN) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa untuk bagi kontraktor di blok eksploitasi. Dampak dari insentif tersebut yakni pengurangan 1% dari gross revenue.
Berikutnya, penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. Penghapusan itu ditujukan bagi wilayah kerja yang produksi gasnya masuk wilayah Kalimantan Timur.
Selain itu, kontraktor migas meminta penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak tidak langsung, khususnya untuk blok eksploitasi dengan estimasi dampak 4% hingga 12% dari gross revenue untuk gross split dan 4% untuk cost recovery.
Dwi juga menyebut perusahaan migas mengusulkan insentif agar gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume antara Take or Pay (TOP) dan Daily Contract Quantity (DCQ). Selain itu, kontraktor meminta pertimbangan ekonomi seperti pemberian insentif untuk batas waktu tertentu, seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara dengan metode sliding scale, dan Domestic Market Obligation (DMO) full price.
Hal itu bakal berdampak pada meningkatnya keekonomian lapangan migas. "Status dalam tahap diskusi untuk wilayah kerja yang mau diajukan," ujar Dwi.
Terakhir, kontraktor migas meminta dukungan dari pemerintah memberi insentif untuk industru penunjang hulu migas seperti industri baja, rig, jasa dan service. Insentif yang diusulkan berupa pembebasan pajak. Insentif tersebut dapat menjaga keekonomian usaha penunjang migas.
(Baca: Terpukul Harga Minyak, Industri Penunjang Migas Minta Insentif Fiskal)