Badan Geologi Verifikasi Data Besarnya Cadangan Nikel Indonesia
Data cadangan nikel di Indonesia disebut tak sebesar pemaparan pemerintah. Kepala Bidang Mineral Pusat Sumber Daya Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Moehamad Awaludin pun buka suara.
Cadangan nikel setiap tahun selalu dipublikasikan. Sebagian besar data yang disusun Badan Geologi bersumber dari laporan kegiatan perusahaan. Dengan begitu, sumber datanya dapat dipertanggungjawabkan. "Kami ada verifikasi data. Kalau angkanya tidak masuk akal, kami tidak ambil," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (22/3).
Isi laporan itu adalah data eksplorasi, laporan studi kelayakan, serta laporan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui pemerintah pusat dan daerah.
Awaludin menyebut terdapat 301 hingga 302 pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), dan kontrak karya (KK) nikel. Dari angka itu, hanya 199 perusahaan yang melaporkan datanya.
Hanya saja, dari semua pelaporan tersebut tidak semua menggunakan competent person. Padahal perannya cukup strategis dalam memvalidasi neraca cadangan pada suatu wilayah izin usaha pertambangan. "Baru 60% yang menggunakan competent person," kata dia.
Persoalannya, semua pelaporan yang masuk telah disetujui pemerintah, baik pemda maupun Direktorat Jenderal Minerba. Apabila tidak disetujui karena tidak kompeten, seharusnya tidak menjadi laporan yang bisa diambil oleh Badan Geologi dan dijadikan sumber data. "Kami mengacunya di situ kalau data sudah detail," ujarnya.
Dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor (ESDM) 1806 K/30/MEM/2018, perusahaan tambang wajib mendapatkan pengesahan dari competent person Indonesia alias CPI untuk jumlah cadangan di lokasi izin usaha pertambangan atau IUP. Tanpa itu, pemerintah tidak akan mengesahkan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perusahaan.
Melansir dari situs Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), ada lima syarat untuk menjadi competent person. Pertama, anggota Perhapi, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), atau Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI).
Kedua, lulusan teknik pertambangan atau geologi dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Ketiga, memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam industri pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Termasuk, minimal lima tahun di bidang yang relevan.
Keempat, telah melalui verifikasi yang diselenggarakan oleh komite (khusus) impelementasi CPI. Terakhir, memenuhi kewajiban administrasi sebagai CPI.
Data Cadangan Nikel
Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso berpendapat cadangan nikel Indonesia selama ini memang tidak sebesar dengan apa yang dipaparkan pemerintah.
Pasalnya, cadangan yang disebutkan selama ini belum semuanya memenuhi ketentuan dan diverifikasi sesuai dengan Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) 2017 dan standar nasional Indonesia (SNI) 2019.
Hal tersebut terjadi karena biaya eksplorasi yang mahal. "Tanpa cadangan yang sesuai dengan KCMI atau SNI, maka desain smelter-nya pakai asumsi dan tentu saja tidak bankable," kata dia.
Smelter merupakan pabrik pengolahan dan pemurnian barang tambang menjadi produk jadi. Pemerintah sedang mendorong perusahaan tambang melakukan nilai tambah tersebut. Kewajibannya pun tertulis pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Minerba pasal 102 ayat 1.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey sebelumnya juga membeberkan mengenai beberapa sengkarut yang terjadi pada tata niaga nikel di Indonesia. Salah satunya yakni tidak tersedianya detail data cadangan deposit nikel.
Sejauh ini hanya PT Vale Indonesia Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang sudah melakukan kegiatan eksplorasi menyeluruh. "Karena besarnya biaya eksplorasi sehingga sulit untuk mengukur berapa detail cadangan nikel Indonesia," ujarnya.
Pemerintah kerap menyebut Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Angkanya mencapai 21 juta ton, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Dengan cadangan tersebut, pemerintah percaya diri masuk ke bisnis baterai, terutama untuk kendaraan listrik. Nikel merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baterai lithium ion.
Dengan memakai nikel pada kutub positifnya (katoda), energi dalam baterai menjadi lebih padat. Kendaraan listrik dapat menempuh jarak lebih jauh.
Sejak 1 Januari 2020, pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel. Perusahaan tambang wajib mengolahnya di dalam negeri.