Jokowi Minta PLN Pangkas Perizinan Pembangkit agar Tak Berbelit-belit
Presiden Joko Widodo mengimbau PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk memangkas birokrasi perizinan pembangkit listrik agar tak berbelit-belit dan berlangsung dalam waktu panjang.
Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan arahan kepada para direktur utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Hotel Meruorah Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (14/10).
"Saya minta bagaimana membangun kultur kerja yang baik, harus dimulai. Jangan sampai BUMN itu seperti birokrasi keruwetannya," ujar Jokowi dalam tayangan di kanal Youtube Sekretariat Presiden yang diunggah Sabtu (16/10).
Menurut Jokowi, saat ini izin pembangkit listrik mencapai 259 izin dengan nama yang berbeda-beda. "Mau izin pembangkit listrik itu ada 259 izin, meskipun namanya beda-beda. Ada izin, rekomendasi, surat pernyataan, itu sama saja, izin semua. Kalau dibawa koper mungkin 10 koper itu ada," ujarnya.
Tak heran, banyak pelaku usaha yang menyampaikan keluhan kepadanya karena proses pelaksanaan pembangunan pembangkit berlangsung sangat lama, bahkan hingga tujuh tahun. "Waktu yang diperlukan bisa tiga tahun, empat tahun, bahkan ada yang tujuh tahun mengadu ke saya. Hal ini yang harus dipangkas," kata Jokowi.
Maka itu, dia meminta, baik PLN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta pemerintah daerah agar tak berbelit-belit dalam menjalankan proses perizinan pembangunan pembangkit listrik. Pasalnya, investor akan mengurungkan niat untuk berinvestasi jika prosesnya tak mudah.
"Tidak boleh PLN sampai bertele-tele seperti itu, siapa yang mau investasi kalau berbelit-belit seperti itu. Di kementerian, di daerah, bumn berbelit-belit lagi, investornya lari semua," ujarnya.
Selain itu, Kepala Negara juga meminta para pimpinan perusahaan pelat merah untuk berani berkompetisi dan mengambil risiko dalam menjalankan bisnis di masing-masing perusahaan. Hal itu perlu dilakukan dengan mengedepankan profesionalisme.
Dia tak ingin ada terlalu banyak bantuan untuk perusahaan milik negara yang berada dalam keadaan 'sakit'. Pasalnyam proteksi pemerintah membuat perusahaan tidak berani berkompetisi.
Jokowi juga berharap agar BUMN segera beradaptasi dengan perubahan yang cepat. “Kalau Pak Menteri sampaikan kepada saya, ‘ini ada perusahaan seperti ini kondisinya’. Kalau saya, ‘tutup saja!’. Tidak ada penyelamatan. Bagaimana kalau sudah begitu?" kata dia.
Ia berharap, perusahaan berpelat merah mencermati nilai keekonomian, efisiensi, serta memperhitungkan indikator bisnis seperti internal rate of return dari program yang dikerjakan.
“Jadi kami memerlukan suntikan dari APBN sekian. Jangan saat dapat penugasan, rebutan. Tidak ada kalkulasi karena penugasan. Kemudian mengambil pinjaman jangka pendek padahal infrastruktur untuk jangka panjang. Ya tidak ketemu. Bagaimana membuat logis tapi dengan kalkulasi?” ujar Jokowi.
Ia yakin direksi BUMN cerdas dan terampil di bidang manajemen sehingga dapat beradaptasi dengan model bisnis baru dan teknologi terkini. Jokowi mencatat, perusahaan milik negara di sektor perbankan dan telekomunikasi sudah beralih ke digital. “BUMN infrastruktur dan transportasi, belum," kata Presiden.