Ekspor Batu Bara Dilarang, Perusahaan Tambang Nyatakan Kondisi Kahar?
Sejumlah perusahaan tambang bersiap menghadapi dampak dari larangan ekspor batu bara sepanjang Januari 2022. Jika tidak ada perubahan pada kebijakan ini, maka akan banyak perusahaan yang berpotensi melanggar kontrak penjualan ke luar negeri (wanprestasi) dan menyatakan kondisi force majeure alias kahar.
PT Indika Energy Tbk (INDY), misalnya. Corporate Secretary Adi Pramono mengatakan bahwa perusahaan masih menelaah terhadap materialitas dan rincian dampak larangan ekspor batu bara.
"Akan terdapat potensi wanprestasi atas kontrak dengan pelanggan, pemasok, atau pihak terkait lainnya, tergantung dari berapa lama larangan ekspor batubara diberlakukan," kata dia seperti dikutip dari keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (6/1).
Dari sisi operasional, larangan ekspor batu bara akan memberikan dampak material, terutama untuk anak-anak usaha yang memiliki kegiatan usaha utama di bidang batu bara. Namun dampak material tersebut sangat tergantung dari berapa lama larangan ekspor ini diberlakukan.
Sementara dari sisi kinerja keuangan, termasuk dampaknya terhadap pembukuan pendapatan usaha, larangan ekspor dapat menyebabkan hilangnya pendapatan dari penjualan batu bara dan kerugian lainnya. Misalnya, seperti demurrage, pembatalan tongkang dan kapal serta penalti.
"Sampai saat ini kami masih melakukan penelaahan atas dampak larangan tersebut terhadap kinerja keuangan, kegiatan operasional, permasalahan hukum dan kelangsungan usaha Perseroan atau Entitas Anak Perseroan," kata Ari.
Oleh karena itu, langkah-langkah atau strategi yang akan diambil perusahaan diantaranya yakni berkomitmen untuk terus memenuhi pasokan batu bara dalam negeri sesuai ketentuan DMO.
Kemudian berkomunikasi dengan pembeli di luar negeri untuk bernegosiasi demi meminimalkan risiko dan dampak komersial imbas tertundanya pengiriman Januari. Serta menyesuaikan tingkat produksi jika proses pelarangan ekspor tetap berlangsung untuk menjaga level stok yang tidak melebihi kapasitas.
Berbeda dengan Indika, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menganggap kondisi larangan ekspor ini tidak akan menimbulkan keadaan wanprestasi. Pasalnya, dalam perjanjian jual beli batu bara antara PTBA dengan pembeli telah diatur terkait klausul keadaan kahar.
Di mana perubahan kebijakan dapat diajukan sebagai salah satu kondisi kahar. Sehingga PTBA akan dibebaskan dari segala kewajiban dan tanggung jawab selama keadaan kahar berlangsung.
"Mengingat larangan yang tertuang pada Surat Dirjen Minerba No. B-1605/2021 adalah merupakan keadaan kahar, maka Perseroan meyakini tidak ada wanprestasi yang timbul atas perjanjian-perjanjian antara Perseroan atau entitas anak dengan pihak pembeli," kata Sekretaris Perusahaan PTBA, Apollonius Andwie.
Lebih lanjut, Apollonius menyebut pihaknya bersama Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) serta Kantor Dagang Indonesia (Kadin) telah berdiskusi dengan pemerintah terkait kebijakan larangan ekspor batu bara.
Sehingga kebijakan yang diterbitkan tersebut dapat bersifat adil bagi pengusahaan pertambangan pada umumnya. Dimana, hal itu juga dapat membantu PLN dan IPP dalam pemenuhan pasokan batu bara untuk kelistrikan.
Sementara, Corporate Secretary, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) Pingkan Ratna Melati mengatakan kebijakan larangan ekspor secara material tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup perseroan dan anak perusahaan. Khususnya yang bergerak dalam bidang pertambangan batu bara.
Meski demikian, pihaknya dan anak perusahaan masih akan terus melakukan monitor atas dampak kebijakan tersebut. "Perseroan akan senantiasa memperhatikan dan mentaati ketentuan dan peraturan yang berlaku terkait
keterbukaan informasi dalam kaitannya dengan kegiatan usaha Perseroan," katanya.
Sedangkan, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan larangan ekspor batu bara yang ditetapkan pemerintah memiliki potensi teradiya kondisi kahar. Namun di setiap kontrak penjualan batu bara entitas anak perusahaan sudah memuat pengaturan mengenai kondisi kahar ini.
"Larangan ekspor ini juga memiliki potensi demurrage dan penalti yang mungkin terjadi sebagai akibat tertahannya pengiriman batu bara ke luar negeri," ujarnya.