Aturan Baru DMO Batu Bara Ikuti Harga Pasar, Tarif Royalti hingga 24%

Image title
11 Januari 2022, 14:39
harga batu bara, dmo batu bara, royalti batu bara
ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/6/2020). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi batu bara hingga Mei 2020 mencapai 228 juta ton, atau 42 persen dari total target produksi nasional tahun 2020 yaitu 550 juta ton.

Pemerintah tengah menggodok kebijakan mengenai pemberlakuan tarif royalti bagi para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), setelah nantinya diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Kebijakan ini diambil menyusul diberlakukannya harga batu bara untuk kelistrikan umum yang akan mengikuti harga pasar. Nantinya, selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga pasar akan dibayarkan oleh Badan Layanan Umum (BLU) melalui iuran yang diterima dari perusahan batu bara.

Tarif royalti yang diusulkan berkisar 14-24%, tergantung pada harga batu bara acuan (HBA) Indonesia. Saat ini, PLN sendiri membeli batu bara masih menggunakan skema domestic market obligation atau DMO yang harganya telah dipatok maksimal US$ 70 per ton.

Berdasarkan data paparan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang diperoleh Katadata.co.id, pemerintah sedang memformulasikan ulang tarif royalti batu bara untuk IUPK. Adapun yang menjadi fokus yakni penetapan tarif royalti domestik agar dapat disamakan dengan tarif royalti ekspor.

Pasalnya, usulan yang ada saat ini, royalti untuk penjualan batu bara domestik bersifat tetap yakni sebesar 14% dan tidak mengalami perubahan. Sementara royalti untuk batu bara ekspor jauh lebih tinggi dan bersifat progresif terhadap harga.

Sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penjualan batu bara domestik tidak akan meningkat, ketika harga batu bara lebih dari US$ 70 per ton. Oleh karena itu, jika PLN membeli batu bara dengan harga pasar, maka royalti domestik akan bersifat progresif dan mengacu pada HBA.

Dalam paparan tersebut, setidaknya terdapat lima rentang tarif royalti yang direncanakan pemerintah:

1. HBA di bawah US$ 70 per ton maka tarif royalti domestik menggunakan skema BLU diusulkan 14%;
2. HBA US$ 70-80 per ton, royalti untuk domestik menggunakan skema BLU diusulkan 16%;
3. HBA US$ 80-90 per ton, tarif royalti domestik menggunakan skema BLU diusulkan 19%;
4. HBA US$ 90-100 per ton, tarif royalti domestik menggunakan skema BLU diusulkan 22%;
5. HBA di atas US$ 100 per ton, tarif royalti domestik menggunakan skema BLU diusulkan 24%.

Adapun saat dikonfirmasi perihal tersebut Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin belum menanggapi pesan aplikasi WhatsApp yang dikirimkan oleh Katadata.co.id.

Sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) khawatir dengan wacana kenaikan tarif royalti batu bara di tengah prospek harga batu bara RI yang cerah, seiring meningkatnya permintaan emas hitam tersebut di pasar internasional.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengimbau pemerintah untuk tidak menaikkan tarif royalti batu bara. Pasalnya, hal itu akan berdampak para operasional perusahaan batu bara.

"Sebaiknya beban kewajiban keuangan perusahaan melalui aturan pengenaan royalti yang kabarnya akan dinaikkan perlu dipertimbangkan," kata Hendra kepada Katadata.co.id, Senin (4/10/2021).

Untuk diketahui, pemerintah memang tengah mempersiapkan peraturan pemerintah perpajakan untuk sektor usaha batu bara. Salah satu isinya mengatur tentang royalti batu bara. Aturan itu terutama untuk pemegang PKP2B yang akan diperpanjang menjadi IUPK. Para pelaku usaha sebelumnya mengusulkan tarifnya 14% hingga maksimal 20%.

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...