ESDM: Larangan Ekspor Batu Bara Cegah Listrik Mati Massal 5 Januari
Kementerian ESDM akhirnya buka suara terkait alasan melarang ekspor batu bara sepanjang bulan ini. Tanpa larangan ekspor, 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 10 gigawatt (GW) yang berada dalam kondisi kritis berpotensi padam pada 5 Januari 2022.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan kebijakan larangan ekspor batu bara bukan diputuskan secara tiba-tiba. Pemerintah secara langsung telah memantau kondisi persediaan batu bara milik PLN sejak jauh hari.
Ia mengatakan, kondisi kritis pasokan batu bara di pembangkit-pembangkit PLN yang terjadi pada 30 Desember 2021 bukan kali pertama. PLN juga mengalami gangguan pasokan batu bara pada awal Januari 2021 dan periode Juli-Agustus 2021.
"Saya cerita waktu kritis itu 30 Desember. Darmo (Direktur Utama PLN) cerita ke saya, 17 PLTU kritis, 10 GW akan mati dan 10 juta pelanggan terancam. Terus saya bilang kapan matinya? Kalau gak dilakukan 5 Januari akan mati, kata Ridwan dalam diskusi Economic Challenges, Selasa (11/1) malam.
Menurut dia, kebijakan larangan ekspor batu bara yang diberlakukan untuk semua produsen tanpa terkecuali ini bukan tanpa sebab. Sanksi terhadap beberapa produsen yang tak memenuhi ketentuan DMO kurang efektif karena kapal-kapal yang beroperasi masih melayani kegiatan pengiriman ke luar negeri.
Dengan demikian, menurut dia, dibutuhkan larangan sementara untuk semua pengapalan ekspor muatan batu bara. "Kita perlu kapal dan tongkangnya disetop. Karena begitu kita pakai kecuali, orang jago cari celahnya. Tapi saat semua ditutup, hasilnya positif," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman tak sependapat dengan kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian ESDM. Menurut dia, banyak pelaku usahay yang tidak melanggar aturan Domestic Market Obligation (DMO).
Ia menilai, pemberian sanksi bagi perusahaan yang telah memenuhi komitmen DMO akan memberi dampak buruk bagi Indonesia di mata internasional. Padahal, kondisi kenaikan harga batu bara menjadi kesempatan besar untuk meningkatkan pendapatan negara. "Boleh melarang, tapi lihat dong masak orang orang yang memang sudah memenuhi kebutuhan domestik, kok dilarang juga," ujarnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengapresiasi langkah yang diambil Kementerian ESDM dalam mengamankan pasokan energi di dalam negeri. Ia menilai kerugian sosial ekonominya akan jauh lebih besar dibandingkan cuan yang diterima negara dari hasil penjualan batu bara jika terjadi pemadaman massal.
"Bisa chaos ekonomi politik sehingga potensi kerugian negara juga lebih besar dibanding cuan yang diperoleh dari ekspor batu bara itu," ujarnya.