Risiko Pemakaian Biodiesel Kadar Tinggi: Korosi hingga Turun Mesin
Kementerian ESDM melaksanakan uji jalan Biodiesel B40 pada Rabu pekan lalu. Upaya ini adalah langkah awal untuk implementasi B40 yang diharap bisa meminimalkan defisit neraca keuangan Indonesia akibat cadangan bahan bakar fosil yang kian menipis.
Manager Process Engineering Yayasan Lengis Hijau Tri Hermawan menyebut bahwa pengembangan B40 merupakan sebuah proyek yang cenderung ambisius. Namun penggunaan biodiesel dengan campuran minyak sawit yang tinggi berpotensi untuk merusak mesin. Hal tersebut berdampak pada rendahnya serapan biodiesel di dalam negeri.
"Pemakaian biodiesel kebanyakan yang saya tahu, misal untuk alat berat seperti Caterpillar atau Komatsu saja itu mereka mensyaratkan B5," kata Tri kepada Katadata.co.id, Senin (1/8).
Sebagai informasi, Yayasan Lengis Hijau merupakan salah satu produsen B100 yang bermarkas di Pulau Bali. Dalam sehari, Yayasan Lengis Hijau bisa mengolah 1.000 liter minyak goreng bekas menjadi bahan bakar nabati.
Produk tersebut disalurkan ke sejumlah hotel, rumah makan, dan sekolah yang telah menjadi konsumen tetap. Di sana, bahan bakar nabati (BNN) tersebut digunakan sebagai pengganti solar untuk tranportasi bus dan genset.
Tri menjelaskan, biodiesel yang diproduksi Yayasan Lengis Hijau oleh hanya berjalan normal pada mesin generator atau genset. Sementara, untuk mesin kendaraan atau transportasi, penggunaan biodiesel dengan campuran minyak sawit tinggi berpotensi besar menimbulkan turun mesin.
Lebih lanjut ia menyampaikan, genset merupakan mesin yang memiliki tekanan stabil dan kecepatan rendah. Dari awal dinyalakan hingga dimatikan, mesin genset akan akan bergerak konstan tanpa adanya penambangan tekanan pada mesin. Hal ini berbeda pada mesin kendaraan yang memerlukan tekanan tinggi pada momen tertentu.
"Genset untuk listrik kalau dinyalakan itu kan stabil saja, gak perlu digas lagi seperti mesin kendaraan yang butuh kecepatan dan performa. Kadang untuk kecepatan tinggi, kadang untuk kecepatan rendah," jelasnya.
Tri menjelaskan, saat itu Yayasan Lengis Hijau memiliki konsumen yang bergerak di sektor industri alat berat. Tri memperoleh informasi bahwa mesin kendaraan tersebut hanya mampu bertahan di Biodiesel B5. Konon, penggunaan biodiesel dengan bauran tinggi dalam jangka panjang bisa menimbulkan korosi.
"Mereka menunjukkan ke kami, mereka maksimal B5. Lebih dari itu mesinnya jebol, turun mesin. Ada penyumbatan di filter mesin," ujar Tri. Simak databoks berikut:
Realisasi Pemanfaatan Biodiesel 2018-Mei 2022 (Juta KL)
Hal serupa juga dikatakan oleh Anggota Kompartemen Teknologi Otomotif Masa Depan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Abdul Rochim. Pada tahun lalu, dia mengungkapkan sejumlah risiko yang timbul dari penggunaan biodiesel dengan campuran minyak kelapa sawit yang semakin tinggi.
Pertama, bahan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) pada biodiesel mudah bercampur dengan air sehingga menyebabkan pembakaran tidak maksimal pada mesin. “Biodiesel dengan kadar air tinggi bila masuk ke ruang bakar dapat mengakibatkan korosi dan tumbuhnya mikroba,” ujar Abdul dalam wawancara dengan Katadata pada Selasa (4/5).
Kedua, biodiesel mudah teroksidasi sehingga tidak tahan lama dan dapat menyebabkan korosi yang dapat merusak injektor pada mesin. Ketiga, biodiesel juga mengandung gliserin atau kotoran yang tidak dapat terbakar.
Keempat, risiko titik didih yang tinggi sehingga dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna sehingga mesin kendaraan berbasis bahan bakar fosil dapat mengalami kerusakan jika dialihkan ke biodiesel.
Kelima, biodiesel juga mengandung kalori yang rendah sehingga tenaga mesin akan turun. Untuk meningkatkan tenaganya, mesin akan memompa bahan bakar lebih banyak. Dampaknya, bahan bakar akan lebih boros 0,87 persen.
Keenam, menurut Abdul Rochim, tingkat kelarutan biodiesel juga tergolong tinggi sehingga mampu membersihkan kotoran. Sifat tersebut mengakibatkan terangkatnya kotoran yang kemudian masuk ke filter bahan bakar.
“Bila kotoran masuk ke bahan bakar akan mengakibatkan penyumbatan pada filter, dampaknya terjadi pengurangan umur filter,” kata Abdul.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM akan meningkatkan program campuran biodiesel 30% atau B30 menjadi B40. Namun sebelum dapat diimplementasikan, B40 membutuhkan serangkaian pengujian untuk mengetahui kualitasnya dengan uji jalan menggunakan kendaraan bermesin diesel.
Uji jalan digelar di Gedung Kementerian ESDM dengan melibatkan 12 kendaraan. Adapun hasil dari uji jalan B40 diharap bisa selesai pada akhir tahun 2022 sehingga bisa menghasilkan rekomendasi teknis untuk kebijakan implementasi B40.
Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa pengujian yang akan dilaksanakan selama uji jalan B40 antara lain penanganan dan analisis konsumsi bahan bakar, pengujian kualitas-mutu bahan bakar dan pelumas, pengujian kinerja pada chassis dynamometer dan merit rating komponen kendaraan, serta pengujian stabilitas.
"Kendaraan yang melakukan uji jalan ada 12 kendaraan, terdiri dari 6 kendaraan mesin diesel yang beratnya di bawah 3,5 ton dengan target harian jarak tempuh 560 km dan total 50.000 km, kemudian 6 kendaraan mesin diesel di atas 3,5 ton dengan target harian jarak tempuh mencapai 400 km dan total 40.000 km," urai Dadan, Rabu (27/7).