Nilai Tambah Dianggap Rendah, Feronikel akan Dikenakan Pajak Ekspor
Pemerintah terus mendorong penambahan nilai lebih tinggi pada produk hasil tambang. Selain melarang ekspor mentah dalam bentuk bijih, pemerintah juga menerapkan pajak ekspor atau bea keluar pada produk hasil hilirisasi yang dianggap masih bernilai rendah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, salah satu produk hilirisasi yang bakal dikenakan pajak eskpor adalah feronikel atau nickel pig iron (NPI). Langkah ini merupakan cara untuk menurunkan animo pelaku usaha yang berminat untuk mengekspor produk nikel setengah jadi seperti feronikel.
Dengan adanya kebijakan tersebut, para pelaku usaha diharap bisa lebih mengutamakan hilirisasi lanjutan dari komoditas feronikel guna meningkatkan nilai jual. Adapun feronikel merupakan hasil olahan bijih nikel kadar tinggi saprolite.
"Karena feronikel ini nilai tambahnya masih kecil," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/10).
Adapun pengolahan bijih nikel saprolite menjadi feronikel harus melalui pengolahan di smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Selain mengolah bijih nikel kadar tinggi, pemerintah juga mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonit melalui smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan nickel hydroxide product (NHP).
Selain feronikel, Arifin menjelaskan pemerintah juga menggencarkan hilirisasi produk bijih nikel kadar rendah atau limonit melalui smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan NHP. "NHP itu yang harus kita upayakan, karena nilai tambah itu harus terus ditingkatkan," ujar Arifin.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan penerapan pajak ekspor atau bea keluar produk hilirisasi nikel setengah jadi atau NPI berlaku pada tahun ini.
Penerapan pajak ekspor NPI ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan nilai jual mineral dari hilirisasi produk tambang. NPI merupakan produk buatan setengah jadi yang dihasilkan dari olahan bijih nikel.
Komoditas ini biasanya digunakan sebagai alternatif pengganti feronikel untuk bahan baku pembuatan baja tahan karat atau stainless steel.
"Tahun ini harusnya sudah bisa diselesaikan, kami bersama kementerian dan lembaga terkait masih membahas itu," kata Asisten Deputi Bidang Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha saat ditemui di Hotel Grand Kemang Jakarta pada Rabu (12/10).
Selain mengolah bijih nikel menjadi barang setengah jadi, pemerintah juga tengah mengembangkan pengolahan bijih nikel menjadi salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik.
Menurut Tubagus, komoditas NPI bisa diolah menjadi nikel kadar tinggi nickel matte yang memiliki kadar nikel 78%. Nilai ini lebih tinggi dari feronikel yang hanya mempunyai kadar 25-45%. "Dari matte bisa diubah menjadi nikel sulfat, kobalt sulfat, prekursor, katoda baterai," ujar Tubagus.