Goldman Sachs Ramal Harga Minyak US$ 100 Usai OPEC Pangkas Produksi
Goldman Sachs menyebut langkah OPEC+ memangkas produksinya lebih dalam sebesar 1,16 juta barel per hari (bph) berpotensi menyebabkan defisit pasokan yang lebih besar di pasar dan mendorong kenaikan harga minyak lebih tinggi lagi.
Bank investasi asal Amerika Serikat (AS) itu memprediksi harga minyak berpotensi naik ke level US$ 100 per barel pada April 2024 dan semakin mengukuhkan kekuatan OPEC dalam mengendalikan harga minyak dunia.
OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, atau lebih dikenal dengan OPEC+ pada Minggu (2/4) sepakat untuk menambah pengurangan pasokan minyak sebesar 1,16 juta barel per hari (bph) menjadi total 3,66 juta bph yang mendorong harga minyak hingga di atas US$ 86 per barel pada Senin (3/4).
“Kami melihat kekuatan penetapan harga OPEC yang meningkat, kemampuan untuk menaikkan harga tanpa secara signifikan mengganggu permintaannya, sebagai pendorong ekonomi utama,” tulis pernyataan Goldman Sachs seperti dikutip dari Reuters, Selasa (4/4).
Selain itu pengurangan produksi akan meningkatkan pendapatan OPEC+ karena dorongan harga yang lebih tinggi mengimbangi penurunan volume produksi dan penjualan.
Goldman melaporkan bahwa OPEC telah mengimplementasikan hampir 90% dari rencana pengurangan produksi 1,16 juta barel per hari. Sebelumnya pada Oktober 2022 OPEC telah memutuskan pengurangan produksi sebesar 2 juta bph.
Kemudian Rusia pada Februari 2023 memutuskan menurunkan produksi 500.000 bph mulai Maret untuk menopang harga usai terkena embargo dari Uni Eropa dan pembatasan harga minyak dari kelompok G7 sebagai sanksi atas invasinya ke Ukraina.
Goldman selanjutnya menegaskan kembali pandangannya bahwa pasar akan kembali ke defisit pasokan yang berkelanjutan mulai Juni dan seterusnya mengingat pertumbuhan permintaan dari pasar negara berkembang yang cepat, penurunan pasokan Rusia, dan pasokan AS yang lamban.
Goldman pada hari Senin telah menaikkan perkiraan harganya untuk Brent untuk Desember 2023 sebesar US$ 5 menjadi US$ 95 per barel. Sementara Barclays memprediksi kenaikan US$ 5 dari target harga US$ 92 per barel tahun ini, sementara Jefferies mencatat harga Brent masih bisa mengakhiri tahun ini di level US$ 96 per barel.