Harga Batu Bara Merosot Lagi ke US$ 167, Terendah Sejak Januari 2022
Koreksi harga batu bara terus berlanjut. Kini harga mineral hitam ini merosot hingga menyentuh level terendahnya sejak Januari 2022 dipicu oleh turunnya permintaan di tengah kondisi tingginya persediaan.
Harga batu bara ICE Newcastle pada Selasa (9/5) ditutup pada posisi US$ 169 per ton, turun 65 sen dibandingkan sehari sebelumnya. Namun dalam sepekan terakhir harga merosot US$ 18,55 atau 9,88% dari level US$ 187,55 pada Selasa (2/5).
Sedangkan harga untuk kontrak Juni 2023 juga ditutup pada posisi US$ 167,65 per ton, turun 85 sen dibandingkan sehari sebelumnya. Dalam sepekan harga telah terkoreksi US$ 22,35 atau 11,76% dari posisi US$ 190.
Merosotnya harga batu bara juga dipengaruhi oleh penurunan harga gas yang saat ini menjadi opsi yang lebih murah untuk pembangkitan listrik. Dengan demikian, harga batu bara telah merosot lebih dari 45% sepanjang tahun ini atau secara year to date.
India, salah satu negara pengonsumsi batu bara terbesar dunia, berencana untuk menghentikan proyek pembangkit listrik tenaga uap batu bara baru, meski akan terus melanjutkan proyek yang sudah ada pada pipeline. Namun rencana ini masih menunggu persetujuan Perdana Menteri Narendra Modi.
“Setelah mempertimbangkan beberapa bulan terakhir, kami mencapai kesimpulan bahwa kami tidak membutuhkan pembangkit batu bara baru selain yang sudah ada di pipeline,” kata salah satu sumber pemerintah India, seperti dikutip Reuters, Rabu (10/5).
Jika rencana ini disetujui, maka Cina akan menjadi satu-satunya ekonomi besar di dunia yang masih terbuka untuk penambahan kapasitas pembangkit listrik batu bara baru. Cina dan India saat ini berkontribusi terhadap 80% dari total proyek batu bara global.
Sementara itu impor batu bara Cina pada April turun dari level tertinggi 15 bulan di bulan sebelumnya seiring permintaan listrik yang lemah, persediaan yang tinggi, dan penurunan harga domestik membatasi pembelian di luar negeri.
Konsumen batu bara terbesar dunia ini mengimpor 40,68 juta ton bahan bakar tinggi emisi ini pada April, turun dari 41,17 juta ton pada Maret, menurut data dari Administrasi Umum Bea Cukai Cina.
April dan Mei biasanya merupakan bulan-bulan rendah untuk konsumsi listrik di Cina karena cuaca menghangat tetapi suhu tidak cukup tinggi untuk memacu peningkatan penggunaan pendingin ruangan (air conditioner/AC).
Namun, impor bulan lalu 73% lebih tinggi dari periode yang sama pada tahun 2022 karena permintaan industri meningkat setelah pencabutan pembatasan Covid-19 dan lebih banyak pengiriman dari Australia tiba setelah larangan impor tidak resmi dicabut.
Adapun selama empat bulan pertama tahun ini, Cina mengimpor total 142,48 juta ton batu bara, naik 89% secara tahunan atau year on year (YoY), menurut data bea cukai.
Konsumsi batu bara harian di utilitas di delapan wilayah pesisir turun menjadi sekitar 1,74 juta ton pada akhir April dari 1,87 juta ton sebulan sebelumnya, menurut data dari Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara Cina (CCTD) yang dirilis bulan lalu.
Inventaris batu bara di utilitas naik menjadi sekitar 32,6 juta ton pada akhir April, cukup untuk penggunaan selama 19 hari, menurut data CCTD.
Ekspektasi harga batu bara yang lemah dalam beberapa minggu mendatang dan daya saing harga yang menurun dari pembelian luar negeri memberikan sedikit insentif bagi utilitas untuk meningkatkan impor.
Permintaan batu bara diperkirakan akan meningkat di musim panas dari Juni hingga Agustus di tengah ekspektasi bahwa curah hujan yang lebih rendah dari biasanya di wilayah Cina selatan dapat membatasi pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga batu bara.