Kementerian ESDM Jelaskan Alasan Kenaikan Harga Gas Murah Industri
Kementerian ESDM menyampaikan revisi harga gas bumi tertentu (HGBT) industri US$ 6 per MMBtu atau harga gas murah untuk industri dipengaruhi oleh usia lapangan gas yang menua sehingga mengerek biaya operasional pengangkutan atau salur gas pada sektor hulu.
Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji, mengatakan proses eksploitasi lapangan gas tua cenderung membutuhkan biaya lebih tinggi. Kondisi tersebut kemudian ikut menaikan tarif HGBT di titik serah pengguna gas bumi atau plant gate.
"Kondisi masing-masing lapangan sekarang makin tua. Biaya di hulu sudah naik karena kebutuhan cost lebih tinggi karena ada masalah, seperti air dan sebagainya," kata Tutuka di Gedung Nusantara I Jakarta pada Rabu (14/6). "Revisi tarif HGBT masih berada di kisaran harga ekonomis bagi operasional industri penerima."
Dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, terdapat tujuh industri yang mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBtu yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Kementerian ESDM selanjutnya telah merevisi aturan turunan perpres tersebut dengan menerbitkan Kepmen ESDM Nomor 91 tahun 2023. Penetapan regulasi itu sekaligus mencabut ketentuan yang diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021.
Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontraktor.
Pemerintah umumnya menyepakati kontrak pembagian atau split kepada perusahaan yang mengelola suatu blok migas dengan porsi 60:40 hingga 55:45. Pembagian tersebut memperhitungkan kesulitan eksploitasi migas di sebuah lapangan.
Lewat perhitungan asumsi split 40% untuk pemerintah dan 60% untuk kontraktor, pemerintah menyisakan split pada kisaran maksimum 10-20% sebagai kompensasi biaya HGBT.
Adapun pendapatan yang diperoleh dari sisa split digunakan sebagai dana cadangan apabila terjadi keadaan memaksa atau force majeure seperti bencana alam dan pandemi yang mempengaruhi pengembangan eksploitasi lapangan gas.
"Pemerintah harus hati-hati betul, bagaimana supaya penerimaan negara dikurangi dan penerimaan kontraktor tidak dikurangi," ujar Tutuka.
Regulasi anyar soal gas murah untuk industri itu mengatur sejumlah mekanisme yang tidak diatur dalam peraturan sebelumnya. Beberapa di antaranya yaitu diktum ketiga terkait pembaharuan mekanisme penyaluran HGBT yang mempertimbangkan ketersediaan pasokan gas bumi dan/atau kecukupan penerimaan negara.
Diktum kesembilan juga mengatur kewenangan SKK Migas dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) untuk melakukan evaluasi mengenai ketidakcukupan penerimaan bagian negara dalam implementasi HGBT. Hal tersebut sebelumnya tidak diatur dalam regulasi lawas, yakni Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021.
Selain mengatur sejumlah regulasi tambahan, Kepmen ESDM Nomor 91 tahun 2023 juga mengatur penyesuaian tarif HGBT pada tiap-tiap badan usaha dan pengguna. Contohnya, tarif HGBT untuk industri keramik di wilayah Jawa Timur melalui PT Bayu Buana Gemilang.
Perusahaan kaca PT Asahimas Flat Glass kini mendapatkan tarif HGBT US$ 6,49 per MMBtu pada tahun 2023. Tarif tersebut naik menjadi US$ 7,26 per MMBtu setelah Lapangan gas MAC di Selat Madura beroperasi untuk periode 2023 sampai 2024.
Tarif anyar tersebut lebih tinggi dari HGBT di Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021 yang berada di harga US$ 6,02 per MMBtu pada 2023 dan US$ 5,94 per MMBtu pada 2024. "Tarif HGBT dalam lampiran Kepmen 91 mengikat," kata Tutuka.
Kemenperin Menolak Revisi Harga Gas Murah
Kementerian Perindustrian menolak langkah Kementerian ESDM yang merevisi regulasi penggunaan dan harga gas bumi tertentu atau HGBT di bidang industri. Regulasi tersebut akan berdampak pada industri penerima.
Pembaharuan regulasi distribusi gas murah industri itu berimbas pada kenaikan tarif gas murah kepada beberapa industri penerima, di antaranya sektor industri keramik dan kaca.
"Mengenai revisi itu kami tidak setuju, catat saja itu. Kami tidak setuju," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Senin (12/6).
Kendati demikian, pembaharuan regulasi penyaluran HGBT tak melulu menghasilkan kenaikan tarif. Regulasi terbaru juga menunjukan adanya tarif konstan dari ketetapan sebelumnya. Perusahaan keramik PT Arwana Anugrah konsisten mendapatkan HGBT US$ 6 per MMBtu dari pasokan gas bumi PT Pertamina Hulu Energi.
Pada Pasal 3 Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi mengatur kementerian untuk menetapkan HGBT dengan harga paling tinggi US$ 6 per MMBtu.
Namun, lanjutan pasal tersebut juga membuka potensi HGTB lebih tinggi dari US$ 6 per MMBtu untuk gas bumi yang berasal dari Liquefied Natural Gas (LNG) atau Compressed Natural Gas (CNG).
"Pokoknya kami tidak setuju revisi tarif itu, kami tetap berpegangan pada Perpres yang mengatakan bahwa harga gas untuk industri harus US$ 6, karena Perpres itu di atas Kepmen," ujar Agus.