Alasan Freeport AS Gugat Pemerintah Indonesia
Entitas induk PT Freeport Indonesia (PTFI), Freeport-McMoran Inc, berencana menggugat Pemerintah Indonesia terkait kewajiban setoran bea keluar kepada PTFI atas ekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga hingga Mei 2024.
Rencana pengajuan gugatan itu tertulis pada dokumen laporan Triwulan kedua Freeport-McMoran kepada US Securities and Exchange Commision pada Kamis (3/8).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menerbitkan regulasi mengenai pengenaan tarif bea keluar melalui Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 71 Tahun 2023. Aturan ini merupakan perubahan ketiga atas PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50%.
Risalah terbaru itu membagi tahapan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian menjadi tiga kategori. Golongan pertama yakni, tingkat kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter 50-70% dari total. Golongan dua yaitu, perusahaan yang telah mengerjakan pembangunan smelter dengan progres fisik 70-90%, dan golongan tiga dengan kemajuan fisik proyek smelter 90-100%.
Dalam aturan terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani mematok tarif bea keluar yang lebih progresif ketimbang nominal pungutan yang diatur pada PMK sebelumnya.
Jika mengacu pada progres pembangunan smelter Gresik yang mencapai 75% atau berada di golongan dua, maka tarif bea keluar konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15%, dikenakan tarif bea keluar separuhnya atau sebesar 7,5%.
Vice President dan Chief Accounting Officer Freeport-McMoRan, Ellie L. Mikes, menyatakan PTFI tak lagi wajib membayar tarif bea keluar konsentrat tembaga setelah progres pembangunan smelter tembaga baru di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik mencapai 50%.
Ketentuan itu merujuk pada dokumen izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 2018 yang menyatakan PTFI terbebas dari bea keluar konsentrat tembaga saat kemajuan pembangunan smelter telah mencapai paling sedikit 50%.
Laporan kuartalan perusahaan hingga 30 Juni 2023 itu melaporkan Pemerintah Indonesia telah memverifikasi progres konstruksi smelter Gresik melebihi 50% pada Maret 2023, dan penghapusan bea keluar PTFI efektif mulai 29 Maret 2023. Adapun capaian pembangunan smelter Gresik mencapai 75% pada triwulan kedua tahun ini.
"Pada Juli 2023, Kementerian Keuangan mengeluarkan revisi aturan bea berbagai produk ekspor, termasuk konsentrat tembaga. PTFI terus mendiskusikan penerapan peraturan yang direvisi dengan pemerintah Indonesia dan akan menggugat, dan mencari pemulihan serta penilaian apa pun," kata Mikes, dikutip pada Selasa (8/8).
Berikut rincian alasan Freeport McMoran Inc menggugat Pemerintah Indonesia :
- Freeport menilai pengenaan bea keluar dapat mengurangi kredit kas bersih PTFI sejumlah US$ 0,19 per pon tembaga untuk tahun 2023. Termasuk US$ 0,31 per pon tembaga pada kuartal ketiga 2023.
- Menurut Freeport, pengenaan bea keluar dapat menurunkan kinerja pendapatan perusahaan.
- Freeport juga telah membayar denda administrasi terkait keterlambatan pembangunan smelter Gresik senilai US$ 57 juta atau sekitar Rp 855 miliar.
- Pembayaran denda tersebut merupakan konsekuensi dari langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang merelaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024. Relaksasi ekspor sebagai upaya memitigasi dampak negatif larangan ekspor mineral mentah yang berlaku pada 10 Juni 2023. Ini sekaligus memberikan kesempatan Freeport untuk menyelesaikan proyek smelter Gresik.