Guru Besar ITB Sebut PLTU Suralaya Bukan Penyebab Polusi Udara Jakarta
PLN menurunkan kapasitas produksi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten. Hal ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta seiring adanya gelaran KTT ASEAN ke-43 pada 5-7 September 2023.
Sebagai gantinya, PLN akan meningkatkan keandalan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Muara Tawar dan Muara Karang.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, sumber pencemaran udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau Jabodetabek berasal dari emisi PLTU batu bara sebesar 34%. Sedangkan dari emisi kendaraan 44%.
Dengan demikian, upaya pemerintah dengan menurunkan kapasitas produksi listrik PLTU Suralaya diharapkan dapat mengurangi polusi udara. Pasalnya, buruknya polusi udara, terlebih di Jakarta kini menjadi isu nasional. Beberapa indikator mencatat angkanya masuk ke level tidak sehat.
Namun Guru Besar Teknik Lingkungan ITB, Prof Puji Lestari mengatakan PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah, terutama dalam mengelola emisi.
Hal tersebut ia buktikan dalam kajian dampak kegiatan PLTU PLN Indonesia Power terhadap potensi polutan lintas batas dengan model dispersi pada 1-22 Agustus 2023.
"Kesimpulan yang kami dapat dalam kajian tersebut antara lain, terdapat transboundary Air Polutant (polutan Lintas Batas) terutama pada musim penghujan namun pada konsentrasi yang relatif kecil pada Jakarta, dimana pada musim kemarau tidak terjadi transboundary ke arah Jakarta,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (4/8).
Kemudian, dia mengatakan bahwa konsentrasi polutan pada bulan Agustus 2023 juga terlihat cenderung kecil dan tidak terjadi transboundary atau pencemaran lintas batas ke arah Jakarta, baik untuk polutan PM2.5, Nitrogen Oksida (NOx) dan Sulfur Dioksida (SO2).
Sementara itu, Direktur Utama PT Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra menyampaikan bahwa pihaknya dan PT PLN (Persero) berkomitmen untuk selalu menjaga emisi PLTU sesuai dengan regulasi.
Selain itu PLN telah menetapkan standar pemasangan Electro Static Precipitator (ESP) pada setiap PLTU, sehingga emisi yang dikeluarkan oleh PLTU selalu aman dan berada dibawah ambang batas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
“Sesuai Permen LHK no. 15 tahun 2019, ambang batas partikulat adalah 100 mg/m3, sedangkan hasil pengukuran partikulat di Suralaya di bawah 60 mg/m3" kata Edwin.
Untuk diketahui, PLTU Suralaya merupakan salah satu PLTU terbesar di Indonesia yang menghasilkan listrik mencapai 3.400 MW dan memproduksi sekitar 50% dari total produksi PLN IP serta berkontribusi sekitar 18% kebutuhan listrik Jawa-Bali. Dengan transmisi sebesar 500 kV, pembangkit tersebut mengkonsumsi batu bara sekitar 35.000 ton per hari.
Upaya Kurangi Polusi
Analis Energi Transition Zero Handriyanti Diah Puspitarini menyebutkan beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi udara di Jakarta yakni, memperbanyak armada dan jalur transportasi publik.
“Jika transportasi memang dinilai sebagai sumber yang dominan, maka seharusnya pemerintah tidak boleh langsung mewajibkan masyarakat untuk mengganti moda transportasi pribadinya tanpa ada solusi yang meringankan masyarakat secara umum,” ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (22/8).
Dalam hal tersebut, dia mengatakan bahwa tidak semua orang mempunyai uang untuk mengganti motornya ke motor listrik meskipun pemerintah sudah memberikan subsidi.
“Saya sendiri pengguna setia TJ (Trans Jakarta) dan Jaklingko yang justru mewajibkan penggunanya untuk melatih kesabaran saat menunggu kendaraannya datang dan saat menumpanginya,” kata dia.
Selain itu, Yanti menyebutkan upaya lainnya yakni dengan melakukan pemantauan emisi dari sektor industri secara berkala. Namun hingga saat ini belum ada laporan yang terbuka untuk publik mengenai hal ini. “Publikasi Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dari ESDM sendiri tersedia hanya hingga 2019,” ujarnya.