Pertalite Diganti Pertamax Green 92, Pakar Sorot Daya Beli dan Subsidi
Pemerintah tengah mengkaji untuk mengganti BBM Pertalite dengan Pertamax Green 92. BBM ini merupakan campuran BBM Pertalite dengan kandungan 7% bioetanol atau E7.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai rencana ini perlu melihat aspek ekonomi. “Tentu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan karena kan ini harganya tentu lebih mahal,” kata Komaidi kepada Katadata.co.id pada Selasa (17/10).
Menurutnya jika pengganti Pertalite ini memiliki harga yang lebih mahal, maka muncul dua permasalahan yakni terkait daya beli masyarakat dan subsidi. Dia berkata, kedua poin ini yang perlu disadari pemerintah jika ingin melaksanakan rencana penggantian tersebut.
“Kalau pemerintah mau jaga daya beli, berarti subsidinya nambah. Tapi kalau subsidinya mau dijaga supaya tidak melampaui yang sudah ditetapkan tentu daya beli masyarakat yang akan terkena,” jelas Komaidi.
Kendati demikian, Komaidi juga mengungkapkan ini merupakan rencana ini bagus jika dilihat dari aspek lingkungan atau aspek keberlanjutan lingkungan. “Ada perbaikan kualitas udaranya, emisi gas buangnya tentu nanti lebih baik,” jelas Komaidi.
Komaidi menganggap rencana ini sudah sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian LHK mengenai baku mutu minimal BBM. “Baku mutunya minimal di atas RON 91 ketetapannya. Jadi kalau pertamax kan 92, artinya sudah sesuai,” ucap Komaidi.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan realisasi distribusi Pertamax Green 92 masih dalam tahap kajian pemerintah dan Pertamina selaku badan usaha distribusi BBM.
Penyaluran Pertamax Green 92 akan berdampak ada penyetopan penjualan Pertalite. Pertalite merupakan BBM bersubsidi dengan tingkat konsumsi terbanyak secara nasional, hampir 80% di antara BBM jenis bensin lainnya, seperti Pertamax, dan Pertamax Turbo.
"Pertamax Green 92 masih 2026, masih lama untuk skala besarnya," kata Tutuka di Kantor Kementerian ESDM beberapa waktu lalu, Selasa (15/9).
Menurut Tutuka, penghapusan distribusi Pertalite butuh kajian detail dan mendalam, karena sifatnya yang menjadi produk BBM domestik paling banyak dikonsumsi masyarakat.
"Pemerintah harus melihat daya beli masyarakat dan dampak kondisi sosial. Sekarang ini masih kajian teknis. Setelah itu baru masuk ke arah perhitungan ekonomi, bisa diterapkan atau tidak," ujar Tutuka.
Rencana penggantian BBM ini berawal dari usulan Pertamina. Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, usulan mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 merupakan implementasi paket kebijakan yang tertuang dalam ‘Program Langit Biru Tahap II’.
Melalui program tersebut, perseroan mengusulkan Pertamax Green 92 sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP menggantikan Pertalite.
“Ketika ini menjadi program pemerintah, harganya akan diatur. Tidak mungkin JBKP hanya diserahkan ke pasar,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (30/8).