Konflik di Laut Merah Ganggu Logistik Migas, Harga BBM Berpotensi Naik
Konflik di Laut Merah antara milisi Houthi Yaman dengan koalisi 24 negara yang dipimpin Inggris dan Amerika Serikat (AS) semakin membuat jalur perdagangan utama dari Eropa dan Timur Tengah ke kawasan Asia itu berbahaya.
Akibatnya, biaya angkut atau logistik komoditas minyak dan gas (migas) serta bahan bakar dari Timur Tengah ke kawasan Asia melonjak signifikan. Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai kenaikan tersebut berpotensi mengerek harga BBM di berbagai negara, salah satunya indonesia.
“Jika ada kenaikan ongkos angkut maka ada juga kemungkinan harga BBM non subsidi akan naik. Sebab BBM non subsidi itukan ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Rabu (24/1).
Meski berpotensi menaikkan harga BBM, namun Fahmy mengatakan peluangnya tidak terlalu besar. “Barangkali kenaikannya tidak sebesar ketika ada kenaikan harga minyak dunia yang memiliki pengaruh besar dan signifikan,” ujarnya.
Fahmy menjelaskan, Indonesia memiliki dua jenis skema penetapan harga BBM. Pertama, BBM subsidi, Pertalite dan Biosolar, yang harganya dibawah angka keekonomian yang dibantu dengan uang negara. Kedua, BBM non subsidi seperti Pertamax Series dan Dex Series, yang ditetapkan berdasarkan skema pasar.
Walaupun ada peluang harga BBM mengalami kenaikan akibat peningkatan biaya angkut, namun Fahmy yakin pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM subsidi. “Karena ini tahun politik, kenaikan harga BBM subsidi mustahil untuk dilakukan,” ucapnya.
Kenaikan Tarif Angkut
Tarif pengangkutan beberapa bahan bakar dari Timur Tengah ke Asia melonjak 182% sejak 12 Januari lalu. Hal ini terjadi akibat konflik di Laut Merah yang mengganggu jalur transportasi.
Jumlah biaya yang dipatok ke beberapa kapal untuk mengangkut bahan kimia nafta dari Timur Tengah ke Asia naik hampir tiga kali lipat. Nafta merupakan bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan bensin dan beberapa produk plastik.
Bloomberg melaporkan tarif pengangkutan migas dan bahan bakar dari Timur Tengah ke Asia naik dari hanya US$ 30.000 atau sekitar Rp 470 juta per hari menjadi US$ 83.000 atau Rp 1,3 miliar per hari.
Kenaikan biaya ini membuat beberapa perusahaan pengangkutan menolak menempuh perjalanan melalui Laut Merah. Mereka memilih rute perjalanan yang lebih jauh mengitari Benua Afrika dengan durasi perjalanan yang lebih lama dan biaya yang lebih mahal.
Salah satu contoh perusahaan yang menangguhkan perjalanan melalui Laut Merah adalah Shell. Perusahaan minyak asal Inggris ini berencana menangguhkan pengiriman melalui jalur tersebut tanpa batas waktu.
Apalagi eskalasi konflik semakin tinggi dengan adanya ancaman dari pasukan Houthi kepada kapal-kapal yang melintas. Naiknya tarif juga memberi efek terhadap peningkatan pemasukan yang tinggi bagi rute perjalanan lain. Contohnya pengiriman beberapa bahan bakar dari Korea Selatan ke Singapura naik paling tinggi sejak Juni 2022.
Kemudian tarif dari Timur Tengah ke Afrika Timur melonjak ke level tertinggi sejak Mei 2022. Efek domino ini juga dirasakan pada pengiriman dari Eropa ke Amerika Serikat (AS) juga berada pada titik tertinggi sejak Maret 2023.