Venezuela Bersiap Hadapi Sanksi Baru dari AS Atas Ekspor Minyak

Mela Syaharani
31 Januari 2024, 10:40
venezuela, amerika, sanksi, ekspor minyak
ANTARA FOTO/REUTERS/Fausto Torrealba/AWW/dj
Fausto Torrealba . S Diosdado Cabello, kandidat terpiliih dari Partai Sosialis Bersatu Venezuela (PSUV), membawa potret mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez sebelum upacara pelantikan masa jabatan baru Majelis Nasional Venezuela, di Karakas, Venezuela, Selasa (5/1/2021).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Venezuela tengah bersiap-siap menghadapi pemberlakuan kembali sanksi-sanksi dari Amerika Serikat (AS), terhadap ekspor minyak dan gas (migas). Sebagai balasan, negara ini akan berhenti menerima penerbangan repatriasi dari AS jika "agresi ekonomi" meningkat.

AS mulai memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Caracas minggu ini setelah pengadilan tertinggi negara Amerika Selatan tersebut menguatkan larangan yang menghalangi pengajuan calon oposisi utama dalam pemilihan presiden akhir tahun ini.

Departemen Keuangan pada hari Senin (29/1) memberikan waktu hingga 13 Februari kepada entitas-entitas AS untuk mengakhiri transaksi dengan perusahaan tambang milik negara Venezuela, Minerven.

AS, yang pertama kali menjatuhkan sanksi minyak terhadap Venezuela pada 2019, telah memberikan keringanan sanksi untuk negara yang dipimpin oleh Nicolas Maduro pada Oktober 2023.

Keputusan ini sebagai pengakuan atas kesepakatan Barbados, yang mencakup pembebasan tahanan politik, mengizinkan pengamat internasional, dan menetapkan persyaratan untuk pemilihan presiden yang adil.

Departemen Luar Negeri AS secara terpisah mengatakan pada hari Selasa (30/1) bahwa Washington tidak berencana untuk memperpanjang lisensi lebih luas yang memungkinkan minyak Venezuela mengalir dengan bebas ke tujuan-tujuan yang dipilihnya ketika lisensi tersebut habis masa berlakunya pada tanggal 18 April.

"Tindakan Nicolas Maduro dan perwakilannya di Venezuela, termasuk penangkapan anggota oposisi demokratis dan pelarangan para kandidat untuk berkompetisi dalam pemilihan presiden tahun ini, tidak sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani di Barbados," kata Departemen Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters pada Rabu (31/1).

Hal ini mengacu pada kesepakatan tentang kondisi pemilihan yang ditandatangani antara pemerintahan Maduro dan oposisi tahun lalu.

"Tidak ada kemajuan antara Maduro dan perwakilannya dan oposisi Platform Persatuan. AS tidak akan memperpanjang lisensi tersebut saat habis masa berlakunya pada 18 April," kata Deplu AS menambahkan.

Pernyataan tersebut mengacu pada lisensi umum 44, yang memberikan keringanan pada sektor minyak dan gas Venezuela. Melihat keadaan ini pemerintah Venezuela mengeluarkan tanggapannya. "Venezuela siap untuk keadaan apapun," kata Menteri Perminyakan Pedro Tellechea.

Sejak Oktober, ekspor minyak Venezuela mengalami sedikit peningkatan, dengan lebih banyak kargo yang dikirim ke AS dan Eropa, yang dulunya merupakan pasar yang lebih disukai sebelum adanya sanksi. “AS juga akan merasakan dampak dari penerapan kembali sanksi energi terhadap Venezuela,” kata Tellechea.

Tellechea juga menambahkan bahwa negara tersebut tidak akan "bertekuk lutut" hanya karena seseorang mencoba untuk memaksakan negara mana yang dapat melakukan bisnis dengannya.

Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez, berkata melalui media sosialnya bahwa Venezuela akan menolak penerbangan repatriasi migran dari AS mulai 13 Februari dan meninjau ulang kerja sama lainnya jika ‘agresi ekonomi’ terhadapnya mengalami peningkatan

"Jika mereka melakukan langkah yang salah dengan mengintensifkan agresi ekonomi terhadap Venezuela, atas permintaan antek-antek ekstremis di negara tersebut, mulai 13 Februari penerbangan repatriasi migran Venezuela akan segera dicabut," ujar Rodriguez.

Penerbangan repatriasi ke Venezuela dari AS dimulai kembali pada Oktober di bawah kesepakatan kedua negara. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS terakhir kali melakukan penerbangan pemindahan yang mengangkut warga Venezuela pada akhir Desember, yang merupakan pengangkutan kesebelas kalinya pada tahun lalu.

DHS mengatakan telah memindahkan atau mengembalikan lebih dari 460.000 orang, antara pertengahan Mei dan akhir Desember 2023.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...