Tiga Industri Strategis Incar Pemanfaatan Mineral Kritis di Masa Depan
Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan mineral kritis dan mineral strategis ke depan. Pemanfaatan mineral ini di masa depan akan difokuskan untuk tiga industri strategis.
Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Irwandy Arif. “Mineral kritis dan mineral strategis nantinya akan diarahkan kepada tiga industri strategis," ujarnya pada acara Road to Economic Outlook 2024 di Jakarta, Jumat (2/2).
Irwandy menjelaskan, industri strategis yang pertama adalah industri yang terkait dengan kendaraan listrik atau industri baterai untuk mobil dan motor listrik. Industri tersebut, ekosistemnya akan membutuhkan mineral strategis dan mineral kritis yang sangat banyak.
“Nanti akan ada pembahasan bagaimana produk tembaga dan emas yang akan dikembangkan setelah selesainya smelter di Gresik oleh Freeport dan di Nusa Tenggara Barat oleh Amman Mineral, yang akan merubah produk tembaga kita dari konsentrat tembaga ke katoda tembaga secara keseluruhan dan dari anodanya akan menghasilkan emas,” ujarnya.
Hal tersebut, sambung Irwandy, juga akan menunjang terhadap industri strategis yang kedua, yaitu industri terkait energi solar atau energi matahari, baik baterai maupun panel surya.
Kemudian Industri ini juga membutuhkan kuarsit atau pasir kuarsa yang kualitasnya ditingkatkan, sehingga bisa membentuk komponen-komponen atau ekosistem di dalam industri energi solar.
“Dan yang terakhir, yang ketiga, industri strategis yang menjadi perhatian pemerintah dalam konsumsi mineral strategis dan kritis adalah untuk industri pertahanan dan kesehatan,” kata dia.
Lebih lanjut, guna mendukung industri strategis tersebut, Irwandy juga memaparkan kebijakan pertambangan terkait mineral kritis dan mineral strategis ke depan, di antaranya adalah peningkatan eksplorasi sumberdaya cadangan minerba termasuk potensi logam tanah jarang dan mineral kritis yang memiliki nilai ekonomi dan bermanfaat dalam kebutuhan teknologi di masa depan.
Kemudian dengan melakukan kemandirian dan pemenuhan bahan baku industri dari komoditas yang ada di dalam negeri, dan dengan melakukan peningkatan nilai tambah mineral atau hilirisasi.
“Serta dengan menaruh perhatian kepada mineral strategis pada mineral utama, ikutan, dan sisa hasil pengolahan dan/atau pemurnian dan juga mineral kritis,” tukasnya.
ESDM Tetapkan 47 Klasifikasi Mineral Kritis
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan 47 komoditas tambang mineral sebagai klasifikasi mineral kritis. Dua di antaranya termasuk nikel dan timah.
Kedua komoditas tersebut menjadi komponen pembuatan baterai kendaraan listrik dan fasilitas energi penyimpanan atau battery energy storage system (BESS) sebagai infrastruktur pendukung transisi energi di Indonesia.
Selain nikel dan timah, Kementerian ESDM juga memasukkan mineral Aluminium, Kobal, Litium, Silika, Zirkonium hingga Thorium ke dalam klasifikasi mineral kritis.
Pengelompokan mineral kritis mengacu pada faktor keterbatasan pasokan, nilai ekonomi, harga yang tinggi, dan penggunaan di berbagai sektor industri terutama industri teknologi tinggi.
Selain itu, klasifikasi mineral kritis juga memperhitungkan aspek dinamika pasar serta nilai manfaat untuk perekonomian dan pertahanan negara.
Keterangan tersebut merujuk pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 301 Tahun 2022 Tentang Rencana Pengelolaan Mineral dan Batu Bara Nasional Tahun 2022-2027.
United States Geological Survey (USGS) mengatakan mineral kritis merupakan mineral yang bernilai esensial terhadap perekonomian dan pertahanan nasional serta memiliki kerentanan dalam pasokan.
Beberapa kriteria mineral kritis yang diusulkan di Indonesia, antara lain mineral untuk mendukung industri strategis nasional, mendukung peningkatan nilai tambah, dan mempertimbangkan ketersediaan deposit tambang, teknologi pengolahan, dan risiko pasokan dalam pasar global, serta belum ada material pengganti yang layak.