Harga Nikel Turun 1,2% ke US$ 15.880/Ton Imbas Lemahnya Permintaan
Lesunya Permintaan di Cina
Salah satu faktor penekan harga nikel adalah lesunya permintaan, terutama dari Cina yang disebabkan melambatnya permintaan mobil listrik. Hal ini berdampak pada turunnya permintaan nikel untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Tidak hanya nikel, harga lithium juga tertekan.
Cina mengalami lonjakan produksi kendaraan listrik hingga 30% namun pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan 2021 yang mencapai 2,5 kali lipat dan produksi hampir dua kali lipat yang terjadi pada 2022.
Disaat permintaan lithium dan nikel menurun, pasokan mineral tersebut telah berkembang pesat untuk mengantisipasi permintaan di masa depan. Proyek-proyek lithium yang signifikan telah dimulai terutama di negara-negara Amerika Selatan seperti Argentina. Indonesia juga terus mendorong produksi nikel secara signifikan.
Nikel yang juga dibutuhkan dalam komponen baja tahan karat yang digunakan dalam mesin industri dan bahan konstruksi mengalami penurunan permintaan akibat kelesuan yang terjadi di pasar properti Cina. Pada 2022, investasi dalam pengembangan real estat di Cina anjlok sebesar 9,6%.
Penurunan harga nikel dan litium telah menyebabkan penangguhan atau penghentian operasi di beberapa fasilitas tertentu. Raksasa pertambangan Australia, BHP, mengumumkan penghentian sementara beberapa segmen operasi konsentrator nikelnya, seperti yang dilaporkan oleh berbagai sumber media.
Demikian pula, Core Lithium, entitas pertambangan Australia lainnya, mengumumkan penghentian operasi di satu proyek lithium karena harga yang tertekan.