Pasokan Nikel Kelas II Melimpah, ESDM Akan Evaluasi Proyek Smelter
Kementerian ESDM menyatakan akan mengevaluasi kembali pendirian pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) nikel. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut hal ini dilakukan sebab melimpahnya pasokan olahan nikel kelas dua yakni nickel pig iron (NPI).
“Masih banyak yang bikin NPI pake teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Ini memang sudah oversupply makanya harganya susah,” kata Arifin saat ditemui di Jakarta, dikutip Senin (19/2).
RKEF merupakan sebuah teknologi yang digunakan oleh smelter dalam mengolah nikel. Arifin mengatakan proses hilirisasi nikel masih terus berjalan dengan adanya tindakan khusus untuk NPI. “Hilirisasi masih berprogres namun untuk pig iron dengan proses RKEF ini istirahat dulu,” ujarnya.
Sebagai informasi, London Metal Exchange (LME) mencatat harga nikel pada penutupan perdagangan hari Jumat (16/2) sebesar US$ 16.356 per ton. Sejak awal 2024 harga nikel LME terus mengalami tren fluktuatif.
Harga nikel sebelumnya telah bertahan di angka US$ 16.000-an sejak 5 Januari hingga 5 Februari. Kemudian sejak 6 hingga 13 Februari kemarin harganya anjlok ke kisaran US$ 15.000 per ton, sebelum akhirnya kembali menguat ke angka US$ 16.000 pada pekan lalu.
Berdasarkan data Westmetall, harga sejak September 2023 secara umum terus menunjukkan tren penurunan. Saat itu harga nikel per tonnya masih di angka US$ 20.000 per ton.
Senada, harga nikel acuan Indonesia juga terus merosot pada awal 2024. Harga turun hingga 7,17% ke level US$ 16.386,86 per ton metrik kering (dmt), dari US$ 17.653,33 per dmt pada Desember 2023. Harga Januari ini merupakan yang terendah dalam dua tahun terakhir, menggeser rekor buruk pada Desember 2023.
Arifin menyampaikan Kementerian ESDM akan melakukan peninjauan ulang bagi smelter RKEF, baik yang belum berjalan ataupun yang baru diajukan. “Kalau yang belum berjalan ya direview lagi, kalau baru pengajuan pasti kami beri tahu,” ucapnya.
Menyikapi hal tersebut selain dengan peninjauan ulang pendirian smelter, Arifin menyebut juga perlu melakukan review atas pemberian izin smelter dengan kementerian lain. “Kami harus evaluasi lagi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), terkait dengan izin baru,” kata dia.
Sebab, menurut Arifin terdapat dua sektor yang menjadi masalah terkait smelter nikel. “Yang satu kan industri nikel yang terintegrasi dan satunya lagi industri yang tidak terintegrasi,” ucap Arifin.
Menurutnya, harus ada kesinambungan antara hulu nikel yakni tambangnya di Kementerian ESDM dengan industrinya yang ada di Kemenperin. “supaya di Kemenperin juga mengevaluasi yang mana masih bisa didorong atau diperhatikan supaya tidak terjadi oversupply,” ujar Arifin.
Tidak hanya itu, menyikapi harga nikel yang turun Kementerian ESDM juga akan mendorong proses hilirisasi yang lebih lanjut. “Jika sudah oversupply harganya susah, maka kami akan dorong industri bisa masuk ke hilir lebih lanjut. Misalnya nikel matte menjadi komponen baterai,” kata Arifin.