Soal Penyesuaian Harga BBM, DPR: Pemerintah Harus Perhatikan 3 Aspek

Mela Syaharani
25 Juni 2024, 17:33
harga bbm, pertamina, bbm, dpr
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU Pertamina Jalan Riau, Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/62023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Komisi VII DPR RI mengatakan terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan ketika pemerintah berkeinginan menyesuaikan harga BBM baik yang bersubsidi maupun non subsidi.

“Pertama, melihat kemampuan daya beli masyarakat dan implikasinya ke inflasi, kedua kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN kita, serta ketiga korporasi yang mendapat penugasan yaitu Pertamina,” kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam acara Mining Zone, dikutip Selasa (25/6).

Pemerintah sejak Februari lalu menahan harga BBM baik itu subsidi dan non subsidi hingga Juni ini. Sugeng mengatakan, penahanan harga BBM ini menjadi beban bagi perusahaan atau badan usaha yang mendapatkan penugasan yakni Pertamina.

Sugeng mengatakan pemberian subsidi dilakukan pemerintah untuk mempertahankan daya beli masyarakat. “Jadi kewajiban negara adalah daya beli masyarakat yang tidak mampu tetap memiliki kemampuan daya beli, bukan malah turunkan harga barang karena ada hukumnya sendiri yang membentuk struktur harga,” ujarnya.

Sugeng menyebut, kedepannya pemerintah perlu mulai mengubah mekanisme subsidi BBM ini, dari yang awalnya berbasis barang atau komoditas menjadi berbasis orang. Hal ini agar menjaga pemberian subsidi ditujukan hanya untuk orang yang berhak.

“Kalau sekarang dilihat justru kelas menengah yang menikmati subsidi lebih besar. Masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki kendaraan justru tidak menikmati apapun dari subsidi BBM ini,” ucapnya.

Menurut paparan Sugeng, hitungan kompensasi harga asli Pertalite dengan harga jualnya meningkat pada akhir-akhir ini. “Hitungannya berat sekali karena dengan harga jual Rp 10.000/ liter itu harga produksinya lebih tinggi Rp 2.400. Bahkan akhir-akhir ini merangkak naik Rp 3.500, jadi harga riilnya Rp 13.500/liter,” kata dia.

Sugeng menyampaikan dengan harga tersebut, biaya yang harus ditanggung setiap liternya adalah Rp 3.500 dikalikan dengan anggaran kuota Pertalite yang dijatah 31 juta kilo liter (KL) untuk 2024.

“Prognosa yang ada itu tampaknya konsumsi Pertalite akan melampaui kuota menjadi 32 juta KL. Ini kan beban juga bagi korporasi,” katanya.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...