Imbas Larangan Ekspor Bauksit, Asosiasi Sebut 1.500 Pekerja Kena PHK
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mengatakan sejak dikeluarkan larangan ekspor bauksit telah mengakibatkan dampak negatif bagi industri bauksit.
“Banyak perusahaan gulung tikar, sekitar 1500 orang kehilangan pekerjaan atau PHK,” kata Pelaksana Harian Ketua Umum AP3BI Ronald Sulistyanto saat dihubungi Katadata.co.id pada Selasa (2/7).
Pemerintah telah melarang ekspor bijih bauksit sejak Juni 2023. Pemerintah mengatakan hal ini untuk mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.
Namun Ronald menyebut, kondisi pelarangan ekspor ini tidak diimbangi dengan performa fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter, sehingga belum bisa menampung seluruh hasil produksi.
“Produksi bauksit sebanyak 30 juta ton per tahun, namun yang dibutuhkan smelter hanya 18 juta ton, itupun kalau smelter beroperasi penuh,” ujarnya. “Sisa 12 juta ton produksi bauksit tersebut saat ini nasibnya tidak menentu.”
Pembangunan Smelter Mandek
Sebelumnya, Ronald membenarkan jika banyak proyek smelter bauksit yang mandek. Menurutnya hal ini karena masalah keuangan yang dihadapi perusahaan. “Masalahnya masih sama, soal keuangan,” ujarnya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu, Senin (24/6).
Ronald menambahkan bahwa ia belum bisa memastikan kapan pembangunan smelter ini akan berlanjut, sebelum masalah keuangan bisa diatasi. “Selain itu juga masih memerlukan kesungguhan investor untuk melakukan pembangunan smelter,” ujarnya.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif mengatakan Menteri ESDM Arifin Tasrif telah memerintahkan berbagai pihak untuk mengawasi langsung proyek smelter bauksit di lapangan.
Dari tujuh smelter bauksit yang dalam proses pembangunan, Irwandy menyebut hanya ada satu yang progresnya menjanjikan. “Ada satu smelter bauksit punya antam, progresnya bagus,” kata Irwandy saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (24/6).
Senada dengan Ronald, Irwandy juga menyebut bahwa lambannya progres pembangunan smelter disebabkan oleh masalah keuangan. Irwandy menyebut, jika pembangunan ingin berjalan maka perusahaan harus berusaha mencari investor atau mengusahakan pendanaan dari uang perusahaan ataupun pencarian partner.
“Pemerintah pasti mendorong jika itu memungkinkan. Begitu juga dengan bank-bank akan turut membantu jika memungkinkan,” ujarnya.