Menko Airlangga Ungkap Alasan Batalnya Pensiun Dini PLTU Cirebon
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan batalnya pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1.
“Jadi, salah satunya ada pertimbangan teknis karena PLTU Cirebon itu salah satu yang umurnya masih panjang dan teknologinya juga sudah supercritical,” kata Airlangga di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (5/12).
Dengan batalnya pensiun dini PLTU Cirebon ini, Airlangga mengatakan, pemerintah akan mencari alternatif lain. Khususnya, PLTU yang lebih tua untuk dilakukan pensiun dini.
“Jadi lebih terhadap (pertimbangan) lingkungannya, alternatifnya PLTU juga,” ujarnya.
PT PLN (Persero) sebelumnya sudah mempertimbangkan pembatalan pensiun dini PLTU Cirebon-1 karena alasan tidak ekonomis. Padahal, PT PLN sudah meneken nota kesepahaman dengan Asian Development Bank (ADB) terkait dukungan pendanaan pensiun dini PLTU melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM).
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Suroso Isnandar mengatakan, PLN memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana pensiun dini PLTU Cirebon. “Kita sedang menghitung dan akhirnya mengambil keputusan untuk tidak dilanjutkan, IPP (independent power producer) PLTU Cirebon 660 MW,” kata Suroso, dalam siaran Inspirasi untuk Bangsa, dikutip Jumat (5/12).
Menurut Suroso, jika PLTU Cirebon-1 pensiun lima tahun lebih cepat dari 2042 ke 2035, klausul kontrak menyatakan PLN tetap harus membayar cicilan lima tahun tersebut pada 2037. Angkanya mencapai Rp 12 triliun per tahun atau total Rp 60 triliun. Ini baru angka penaltinya.
Alasan lain, 660 MW ini tidak bisa digantikan energi terbarukan dengan setara karena akan lebih mahal. Suroso memberi contoh penggantian dengan energi surya. Kapasitas listrik PLTU 660 MW, setara dengan 3.600 MW pembangkit listrik tenaga surya termasuk dengan baterai.
Namun, ketika dikonfirmasi ulang, Suroso menyatakan rencana pembatalan ini masih belum diputuskan. “Tidak betul. PLN belum memutuskan, tapi masih dalam pembicaraan,” katanya kepada Katadata, Kamis (4/12).
Dampak Pembatalan PLTU Cirebon-1
Institute for Essential Services Reform (IESR) IESR menilai apabila pemerintah tidak segera memfinalkan keputusan pensiun PLTU Cirebo-1n, maka akan mengurangi kredibilitas negara. Hal itu juga berpotensi memperburuk iklim investasi di Indonesia.
“Ini karena langkah tersebut tidak selaras dengan komitmen yang dibuat Indonesia sendiri,” kata Chief Executive Officer (CEO) IESR Fabby Tumiwa, dalam pernyataan tertulis, Kamis (4/12).
Selain itu, pembatalan rencana pensiun dini PLTU Cirebon akan memperlambat transisi energi menuju dekarbonisasi di sektor kelistrikan. Hal ini bertentangan dengan tujuan Presiden Prabowo yang ingin meninggalkan energi fosil sepuluh tahun dari sekarang.
Fabby menilai keengganan pemerintah dan PLN untuk mewujudkan pensiun dini PLTU batu bara menunjukkan kemunduran komitmen transisi energi. Fabby menilai adanya kekhawatiran terhadap biaya pensiun dini yang dianggap tinggi hanya melihat dari biaya kompensasi kontrak belaka dan tidak mempertimbangkan manfaat ekonomi yang lebih besar dari penurunan biaya polusi dan kesehatan publik.
“Biaya yang tinggi tersebut muncul karena kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri yang hingga kini enggan dikoreksi,” ujarnya.
