Neraca Dagang Surplus, Sri Mulyani Sebut Impor RI Masih Tinggi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyambut baik surplus neraca perdagangan September 2018 sebesar US$ 230 juta. Meski demikian, dia juga menyoroti realisasi impor yang menurutnya masih terlalu tinggi.
Sri Mulyani menyebut impor Indoensia secara year on year masih tumbuh sebesar 14,6% jika dibandingkan dengan periode September tahun lalu yang hanya US$ 12,7 miliar. Sedangkan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor periode September 2018 sebesar US$ 14,6 miliar sebenarnya menurun 13,18% periode Agustus sebesar US$ 16,1 miliar.
"Impor walaupun pertumbuhannya turun, tapi secara tahunan masih tumbuh 14% itu masih terlalu tinggi," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/10).
(Baca: Impor Mengecil, Neraca Dagang September Surplus US$ 230 Juta)
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berharap dengan adanya kebijakan seperti mandatori biodiesel 20% (B20) dapat mempercepat penurunan impor. Apalagi menurutnya neraca minyak dan gas bumi masih negatif.
"Tentu berharap dengan B20 bisa menurunkan konsumsi (impor bbm), sehingga nanti akhir tahun bisa tercapai (neraca) positif," katanya.
Meski demikian dia juga menyebut neraca perdagangan ekspor pelan-pelan mulai menunjukkan tren positif. Oleh sebab itu Sri Mulyani berharap industri manufaktur dapat mempercepat pertumbuhannya agar dapat memacu kinerja ekspor ke depan.
"Trennya sudah benar walaupun harus akselerasi lebih cepat," ujarnya.
Ekspor komoditas Indonesia belum menunjukan kinerja menggembirakan. Sepanjang
September 2018 kinerja ekspor dalam negeri turun 6,58% menjadi US$ 14,83 miliar dibanding Agustus US$ 15,84 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat turunnya nilai ekspor tersebut antara lain disebabkan oleh penurunan ekspor migas maupun nonmigas masing-masing sebesar 15,81% dan 5,67%.
(Baca: Ekspor RI Menyusut 6,58% di September 2018)
Menurut data BPS, ekspor migas periode September 2018 tercatat sebesar US$ 1,2 miliar, turun 15,81% dibanding Agustus 2018 sebesar US$ 1,43 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas pada September lalu tercatat US$13,62 miliar yang juga lebih rendah 5,67% dari bulan sebelumnya US$14,43 miliar.
"Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak sebesar 18,11% menjadi US$105,4 juta dan ekspor minyak mentah 17,69% menjadi US$464,7 juta. Adapun ekspor gas juga mengalami penurunan 13,97% menjadi US$637,8 juta," tulis BPS dalam laporannya.
BPS juga menyebut, penurunan ekspor komoditas Indonesia per September 2018 terhadap bulan sebelumnya terjadi hampir di sebagian besar pasar negara tujuan utama yaitu Tiongkok -8,66%, Jepang -10,11%, Singapura -16,90%, Amerika Serikat -6,90 %, Taiwan -23,43% dan Australia -8,37%.