KPPU Segera Putuskan Perkara Kartel Skuter Matic Yamaha dan Honda
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) akan menggelar sidang pembacaan putusan perkara dugaan kartel dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia. Dua terlapor dalam kasus ini adalah PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (Yamaha) dan PT Astra Honda Motor (Honda).
Dalam kasus ini, kedua pabrikan diduga melakukan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keduanya dianggap melakukan perjanjian soal besaran harga produk skuter matik produksinya di pasaran sehingga konsumen tak mendapatkan harga yang kompetitif.
Sidang putusan KPPU ini akan dipimpin oleh Majelis Komisi yang terdiri dari Tresna Priyana Soemardi selaku ketua majelis, serta R. Kurnia Sya’ranie dan Munrokhim Misanam sebagai anggota Majelis Komisi.
(Baca juga: Honda dan Yamaha Terlibat Kartel Sepeda Motor Jenis Skuter Matik)
"Usai menyelesaikan fase Musyawarah Majelis Komisi, hari ini Majelis Komisi perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum akan memutuskan apakah Yamaha dan Honda terbukti atau tidak melakukan praktik anti-persaingan" kata Ketua KPPU, Syarkawi Rauf melalui keterangan tertulis, Senin, 20 februari 2017.
Jika Yamaha dan Honda terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, keduanya berpotensi menerima sanksi administratif berupa denda antara Rp 1-25 miliar. Selain itu, majelis hakim juga dapat memberikan rekomendasi mengenai praktik bisnis agar keduanya sehingga persaingan lebih terbuka.
"Majelis Komisi mempunyai kewenangan menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang persaingan, salah satunya adalah denda," ujar Syarkawi.
Kasus ini bermula dari kecurigaan KPPU terhadap penguasaan pasar kedua pabrikan asal Jepang itu di kelas motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Kedua pabrikan itu disebut menguasai 97 persen pasar dalam beberapa tahun terakhir.
(Baca juga: Yamaha dan Honda Terseret Kartel Skuter Matik)
Penyelidikan terhadap dugaan kartel ini dilakukan KPPU sejak 2014 lalu. Investigator KPPU menemukan adanya pergerakan harga motor skutik Yamaha dan Honda yang saling beriringan. Mereka menganggap adanya perjanjian tak tertulis di antara pimpinan kedua pabrikan itu untuk mengatur harga jual skutik.
Sebelumnya, dalam sidang pada 9 Januari 2017 lalu, investigator telah menyimpulkan bahwa Yamaha dan Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) UU No 5 Tahun 1999. Mereka juga merekomendasikan majelis hakim agar menjatuhkan hukuman berdasarkan Pasal 47 UU No 5 Tahun 1999.
Hukuman itu tak hanya berupa denda, investigator juga merekomendasikan kepada majelis hakim komisi untuk melarang Yamaha dan Honda untuk menetapkan harga jual on the road. Sebagai harga referensi untuk konsumen (end user), melainkan hanya sebatas harga off the road.
(Baca juga: Penjualan Sepeda Motor 2016 Merosot 8,4 Persen)
Selain itu, majelis hakim juga direkomendasikan untuk memberikan saran kepada pemerintah agar melarang pelaku usaha otomotif untuk memberikan harga referensi kepada main dealer atau dealer dengan memasukkan komponen harga BBN (Bea Balik Nama). Dengan begitu, konsumen bisa punya pilihan untuk membayar BBN secara langsung atau melalui dealer.
Yamaha dan Honda sendiri telah membantah adanya praktik kartel itu. Mereka menyampaikan bantahan itu pada sidang sebelumnya.