Komisi Eropa Perintahkan Apple Bayar Pajak 13 Miliar Euro
Setelah melakukan investigasi selama tiga tahun, Komisi Uni Eropa menyimpulkan pemerintah Irlandia dengan perusahaan multinasional di bidang teknologi, Apple Inc. melakukan kesepakatan pajak ilegal. Akibatnya, Komisi memerintahkan Irlandia menagih kekurangan pajak sebesar 13 miliar euro atau sekitar Rp 193 triliun dari perusahaan.
Media asal Inggris, Independent, pada Selasa 30 Agustus 2016, memberitakan bahwa Apple diketahui hanya membayar pajak korporasi kurang dari satu persen, di bawah pajak korporasi yang berlaku di Irlandia sebesar 12,5 persen. Komisioner Komisi Uni Eropa yang berwenang di bidang kebijakan kompetisi, Margrethe Vestager mengatakan negara anggota tak bisa memberikan keuntungan pajak kepada perusahaan tertentu.
“Hal ini ilegal menurut aturan negara Uni Eropa,” ucapnya. Vestager menyebutkan Apple cuma membayar pajak korporasi satu persen dari keuntungannya di Eropa pada 2013 dan membayar 0,005 persen pada 2014. (Lihat pula: Pemerintah dan Otoritas Keuangan Buat MoU Lancarkan Tax Amnesty).
Apple membantah kesimpulan Komisi. Kepala Eksekutif Apple, Tim Cook menyatakan perusahaan tidak pernah meminta atau menerima perlakuan istimewa di bidang pajak dan menuding Komisi tengah berupaya mengganti hukum pajak di Irlandia. “Kami tidak berhutang apapun pada mereka lebih dari yang kami sudah bayarkan,” kata dia.
Apple mengklaim taat hukum dan sudah membayar semua tagihan pajak di semua tempat operasionalnya. Sebaliknya, perusahaan tersebut menuding Komisi telah menjungkirbalikkan sistem pajak internasional.
“Urusan Komisi bukanlah seberapa banyak Apple membayar pajak, tapi tentang pemerintah mana yang mengumpulkan uang. Kesimpulan itu akan menimbulkan dampak berbahaya dan mendalam terhadap investasi dan penciptaan lapangan kerja di Eropa,” demikian pernyataan Apple. Perusahaan pun berencana mengambil langkah banding atas keputusan Komisi tersebut.
Sejalan dengan Apple, Menteri Keuangan Irlandia Michael Noonan juga mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan temuan Komisi dan sedang mencari jalan untuk banding. “Sistem pajak kami didasari ketaatan hukum yang ketat,” ucapnya.
Keputusan itu membuat saya tidak memiliki pilihan selain meminta persetujuan kabinet untuk melakukan banding atas keputusan itu di Pengadilan Eropa.”
Departemen Keuangan Amerika Serikat juga meresponi keputusan Komisi dengan menyebut kesimpulan otoritas bisa mengancam investasi luar negeri, iklim bisnis dan kerja sama ekonomi antara Amerika Serikat dengan Eropa.
Perselisihan pajak yang melibatkan pemerintah Irlandia, perusahaan multinasional, dan otoritas Eropa bukan kali ini saja. Sebelumnya, Parlemen Inggris menuding Google telah mentransfer mayoritas keuntungannya di kawasan Eropa melalui Irlandia untuk menghindari pembayaran pajak di negara-negara lain.
Memang bukan hal asing lagi bagi perusahaan multinasional untuk membangun kantor pusat di negara-negara dengan pajak rendah, seperti Irlandia dan Luksemburg. Uni Eropa pun kini mengambil tindakan keras dengan memaksa perusahaan-perusahaan semacam itu membayar pajak di negara tempat mereka menjalankan usaha. (Baca: Mengenal Tax Havens, Membedah Panama Papers).
Parlemen Eropa memperkirakan kehilangan pemasukan US$ 78 miliar per tahun karena praktik penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan dengan memanfaatkan celah hukum. Di dunia, jumlahnya mencapai US$ 240 miliar per tahun. Alhasil, para pejabat Eropa pun makin agresif mengejar setoran pajak korporasi yang telah hilang. Beberapa perusahaan asal Amerika Serikat yang diduga tidak membayar pajak adalah Starbucks, Fiat Chrysler, Apple, dan Amazon. (Baca: Prancis Buru Pajak Google dan McDonald's).