Bentuk Holding, Jokowi: 2019 Nilai Investasi BUMN Rp 764 Triliun
Pemerintah saat ini tengah melakukan finalisasi terhadap pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan sektornya masing-masing. Pembentukan holding ini diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi BUMN untuk pembangunan nasional.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah saat ini pemerintah masih terus berupaya menggenjot pembangunan di berbagai daerah. Masalahnya, pemerintah tidak bisa mengandalkan anggaran negara merealisasikan hal ini.
(Baca: Pemerintah Sepakat Bentuk Enam Holding BUMN)
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hanya bisa digunakan untuk membangun wilayah-wilayah marginal dan tertinggal. Sedangkan untuk daerah yang ekonominya sudah bertumbuh dan menggeliat, Jokowi mendorong peran dunia usaha termasuk BUMN untuk membiayai pembangunan tersebut.
Tahun ini, total investasi yang dikeluarkan seluruh perusahaan yang dimiliki pemerintah mencapai Rp 410,2 triliun. Termasuk investasi untuk 62 proyek strategis yang mencapai Rp 347 triliun. Jokowi berharap dengan pembentukan holding, investasinya meningkat hampir dua kali lipat dalam tiga tahun ke depan, menjadi Rp 764 triliun.
Selain untuk memperkuat pembiayaan, pembentukan holding juga bisa membuat BUMN menjadi semakin kompetitif. “Untuk mempercepat BUMN agar makin produktif dan menguat daya saingnya, Pemerintah mempersiapkan holdingisasi," ujar Jokowi saat membacakan pidato kenegaraan di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (16/8).
(Baca: Jokowi Ingin Proyek Infrastruktur Digarap Swasta)
Sebelumnya Jokowi telah menyetujui usulan Menteri BUMN Rini soemarno untuk membentuk enam induk usaha (holding) BUMN. Hal ini disepakati dalam rapat terbatas kabinet tentang holding BUMN di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (12/8). Enam sektor ini adalah pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), perumahan, jalan tol, jasa keuangan, serta pangan.
Di sisi lain, Rini menegaskan, bahwa negara masih memegang kuasa penuh akan holding yang akan terbentuk ini. “Perlu ada penekanan bahwa holding company adalah perusahaan yang 100 persen milik negara,” ujarnya.
Sementara kepemilikan Holding Company terhadap perusahaan di bawahnya tidak boleh berkurang dari 51 persen dan saham seri A harus tetap ada. Sehingga kontrol negara atas perusahaan-perusahaan ini masih tetap ada.
Meski demikian, masih ada kekhawatiran terhadap realisasi rencana pembentukan holding ini. Salah satunya dari Komite Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN) yang menilai rencana itu sebaiknya dikaji secara lebih mendalam karena berpotensi menimbulkan kartel.
Anggota KEIN Aries Muftie mengatakan, salah satu contoh potensi tersebut bisa terjadi karena holding BUMN ini akan terbentur dengan aturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dia mencontohkan, rencana menjadikan holding BUMN Karya akan bertentangan dengan Peraturan KPPU karena akan menjadi kartel.
"BUMN Karya ini tidak akan boleh lagi mengikuti tender," kata dia seusai acara Workshop Media di Bogor, Minggu (14/8). (Baca: Komite Ekonomi Khawatir Holding BUMN Bisa Ciptakan Kartel)