Musim PHK Maskapai Dunia Akibat Corona: Emirates hingga Singapore Air
Sejumlah maskapai dunia akhirnya tak mampu menahan turbulensi ekonomi akibat pandemi corona. Mereka mem-PHK dan merumahkan sementara pegawainya. Kebijakan ini dilakukan demi memangkas ongkos produksi yang tak tertutup akibat pendapatan menurun signifikan.
Data OAG Aviation World Wide menyatakan tren kapasitas jadwal terbang secara global memang mengalami penurunan drastis dalam periode 6 Januari-23 Maret. Pada 3 Februari kapasitas jadwal terbang global lebih rendah 3,6% dibanding tahun sebelumnya di tanggal sama. Titik paling rendah dalam rentang waktu itu terjadi pada 23 Maret, yakni menurun 28,7% dibanding tanggal sama di 2019.
Tiongkok sebagai episentrum pertama penyebaran pandemi covid-19 mengalami penurunan kapasitas terendah dibanding negara lain. Pada 17 Februari mengalami penurunan sebesar 70,8% dibanding tanggal sama tahun sebelumnya.
Data lengkap penurunan kapasitas penerbangan dunia bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:
(Baca: Turbulensi Bisnis Penerbangan di Pusaran Pandemi Corona)
Penurunan tersebut lantaran negara-negara dunia menerapkan kebijakan larangan perjalanan keluar dan masuk. International Air Transport Association (IATA) mencatat lebih dari 100 negara dunia menerapkan kebijakan itu. Misalnya Amerika Serikat (AS) menerapkan larangan bepergian ke dan dari wilayah 26 negara anggota Schengen di Uni Eropa selama 30 hari mulai 11 Maret lalu. Uni Eropa juga menerapkan kebiijakan serupa, melarang anggota Schengen menerima dan melakukan penerbangan ke wilayah AS.
IATA pada 24 Maret memprediksi potensi kerugian maskapai global akibat kehilangan penumpang sebesar US$ 252 miliar sepanjang 2020. Kerugian ini disebut bisa membuat maskapai bangkrut, karena setidaknya butuh 7 bulan untuk memulihkan keuangan dengan stimulus fiskal pemerintah. Padahal sebuah maskapai hanya memiliki modal awal untuk dua bulan operasional setiap memulai tahun.
Berikut daftar maskapai yang memecat dan merumahkan sementara pegawainya:
Qantas Airline
Maskapai berbendera Australia ini pada pertengahan Maret merumahkan paksa 2/3 dari 30.000 karyawannya. Hanya sebagian saja yang mendapat gaji selama dirumahkan karena keuangan perusahaan tak cukup. Kebijakan ini dilakukan setelah 150 pesawat mereka tak bisa terbang.
“Kami juga akan memangkas 60% penerbangan domestic,” kata CEO Qantas Alan Joyce, seperti dikutip New York Post, (19/3).
FinnAir
Finnair, maskapai asal Finlandia, merumahkan sementara seluruh stafnya untuk jangka waktu 14-30 hari mulai awal April. Akibat kebijakan ini, 6.000 orang staf terdampak. Sebelum kebijakan ini dilakukan, dalam situs resmi mereka Finnair.com dikatakan penerbangan untuk tujuan Italia, Tiongkok dan negara terdampak corona lain telah ditiadakan.
GoAIr
GoAir, seperti dilansir media IndiaToday, sejak 17 Maret lalu membatalkan seluruh penerbangan internasional. Maskapai bertarif rendah asal Mumbai ini pun memutus kontrak seluruh pilot ekspatriatnya yang berjumlah 70 orang pada 16 Maret. Maskapai ini telah membayar seluruh pesangon dan memfasilitasi kepulangan para pilot ke negara asalnya.
(Baca: Senat AS Dukung Trump Gelontorkan Stimulus Rp 32.000 T Hadapi Corona)
Air France
Pada 16 Maret, Air France merumahkan sementara 80% stafnya atau sekitar 40 ribu orang. CEO Air France Ben Smith dalam pernyataan resminya yang dilansir media aerotime.aero pada 17 Maret mengatakan, kebijakan ini dilakukan karena kapasitas terbang turun 90%. Maskapai ini juga memarkir semua pesawat jenis Airbus A380s dan KLM Boeing 747s.
Qatar Airways
Qatar Airways memecat 200 pegawainya yang berkebangsaan Filipina pada 19 Maret. Kabar ini disampaikan Atase Ketenagakerjaan Filipina di Qatar kepada BBC sehari setelah keputusan pemecatan. Namun, pihak Qatar Airways belum memberikan klarifikasi apapun terkait hal ini.
Air Canada
Air Canada merumahkan sementara 16.500 karyawannya. Terdiri dari 15.200 level pekerja dan 1300 level manajer. Termasuk sudah merumahkan 5.149 awak kabin. Keputusan ini diambil pada 30 maret.
"Ini adalah keputusan yang menyakitkan tapi kami butuh melakukannya," kata Chief Executive Callin Rovinescu dalam surat resminya.
Rovinescu menyatakan keputusan ini dapat menghemat dana operasional sebesar US$ 500 juta. CEO dan CFO pun tak mengambil 100 persen gajinya. Air Canada tercatat mempunyai 36.000 pekerja di seluruh dunia.
(Baca: Singapura Jadi Negara Pertama di ASEAN yang Capai 10.000 Ribu Corona)
Air Transat dan West Jet
Di pekan yang sama dengan Air Canada, maskapai Air Transat seperti dilansir Businessinsider memecat 3.600 pramugarinya. Lalu West Jet memecat 6.900 orang pegawainya. Keduanya adalah maskapai berbasis di Kanada.
Norwegian Air
Norwegian Air pada 16 Maret merumahkan sementara 7.300 karyawannya setelah kehilangan 85% penerbangan. CEO Jacob Schram mengatakan, "apa yang dialami perusahaan saat ini tak terprediksi dan di luar kemampuan kami." Ia mengaku tertekan harus mengambil kebijakan ini, tapi tak ada hal lain yang bisa dilakukan.
Walaupun begitu, Jacob menekankan akan segera memanggil kembali para pekerjanya setelah kondisi normal.
Virgin Atlantic
Richard Branson, pemilik Virgin Atlantic, pada 26 Maret menulis sebuah surat kepada para pegawainya terkait kondisi keuangan perusahaan. Dalam surat itu ia mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kinerja untuk menopang kelanjutan bisnis maskpai ini di tengah pandemi corona. Namun, dengan berat hati perusahaan mesti mengambil kebijakan agar pekerja mengambil unpaid leave selama delapan minggu sampai enam bulan.
Kebijakan tersebut, kata Richard, diambil karena keuangan perusahaan sangat goyah setelah kehilangan 80% penerbangan selama pandemi. Kendati ia menyatakan jajaran direktur juga memotong gaji bulanannya sebesar 20% dan telah mengupayakan talangan dari pemerintah.
British Airways
Bos British Airways Alex Cruz, seperti diberitakan BBC pada 13 Maret, menyatakan merumahkan 30.000 karyawannya selama dua bulan akibat pandemi. “Kami butuh melakukan ini untuk memastikan bisa selamat di kemudian hari,” katanya.
Alex menyatakan sebagian gaji selama dua bulan akan diberikan menggunakan dana talangan pemerintah Inggris. Besarannya 2.500 poundterling per bulan untuk setiap orang.
(Baca: Kampanye Pemerintah Mencegah Penyebaran Corona Dinilai Tak Efektif)
Lufthansa
Maskapai penerbangan asal Jerman, Lufthansa, pada awal Maret menyatakan telah membatalkan 7100 penerbangan di Kawasan Eropa atau sekitar 25% kapasitasnya. Pelayanan pun hanya fokus pada penerbangan domestik. Akibat keputusan ini, 27.000 pegawai akan dikurangi jam kerjanya. Juga menutup anak maskapai tarif rendahnya bernama Germanwings per 20 April.
"Operasional penerbangan maskapai Germanwings tidak akan dilanjutkan lagi. Semua opsi terkait dari keputusan ini akan didiskusikan kembali dengan perserikatan yang terhormat," kata juru bicara Lufhtansa seperti dikutip dari The Sun.
Air New Zealand
Air New Zealand memecat 3.500 pegawai atau setara 1/3 seluruh pegawainya pada awal April. CEO Air New Zealand Greg Foran menyampaikan keputusan ini melalui email kepada para pekerjanya. Alasannya perusahaan merugi US$ 5,8 miliar karena pandemi.
“Bahkan kami memprediksi di akhir tahun perusahaan akan 30% lebih kecil dari sekarang,” katanya.
Emirates
Emirates, seperti dilansir Reuters, pada akhir Maret meminta pegawainya mengambil cuti tak bergaji sampai batas waktu tak ditentukan. Hal ini dilakukan setelah maskapai memangkas lusinan rute tujuan negara-negara teluk.
Emirates tercatat mempekerjakan 21.000 awak kabin, 4.000 pilot, dan lebih dari 100.000 pekerja sampai akhir Maret.
Hong Kong Airlines
Hong Kong Airlines memecat 170 pekerja dan 400 staf pada 19 Februari. Keputusan ini diambil lantaran rute utama mereka seperti ke Tiongkok tak bisa beroperasi akibat larangan perjalanan yang berlaku selama pandemi.
(Baca: Perusahaan Jepang Tertarik Beli 15% Saham Anak Usaha Semen Indonesia)
Etihad Airways
Etihad Airways, seperti dilansir Reuters, pada awal April mengumumkan pemotongan gaji 50% di tingkat manajer dan 20% di tingkat staf sampai akhir bulan. “Kami membutuhkan pengurangan operasional drastis untuk melewati badai corona dan menghindari PHK,” kata Etihad Chief Executive Tony Douglas melalui email.
Singapore Airlines
Singapore Airlines menyatakan memangkas gaji 10.000 stafnya. Chief Executive Goh Choon Phong, seperti dilansir Reuters pada 23 Maret, menyatakan keputusan ini sudah disepakati bersama dengan serikat pekerja. Kebijakan lain yang berlaku adalah tawaran cuti tak bergaji untuk level staf sampai wakil presiden divisi.