Terpukul Corona, Gapmmi Ramal Industri Makanan Minuman Hanya Tumbuh 5%
Industri makanan dan minuman diperkirakan tidak akan mencapai target pertumbuhan bisnis sebesar 10%. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memprediksi sektor ini hanya akan tumbuh 5%. Target tersebut sesuai asumsi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi minus 2% imbas pandemi corona.
Meski diprediksi hanya akan tumbuh 5%, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gapmmi, Rachmat Hidayat, kondisi ini masih lebih baik dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Namun, dia menilai pertumbuhan 5% untuk sektor makanan dan minuman sangat buruk.
"Target di awal tahun 10% mungkin hanya 5% yang mampu dicapai di tahun ini. Kami masih cukup abisius dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi perkirannya dengan asumsi pertimbuhan ekonomi minus 2%," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (22/5).
(Baca: Industri Makanan & Minuman Keluhkan Kebijakan Pemerintah Tidak Sinkron)
Menurut dia, angka tersebut diperkirakan masih sangat fluktuatif melihat perkembangan penanganan wabah dan melemahnya daya beli masyarakat. Penjualan pada kuartal kedua pun dinilai tak dapat memperbaiki kinerja meski bertepatan dengan momen Idul Fitri yang seharusnya bisa mendongkrak penjualan.
"Harapan kami di kuartal kedua penjualan bisa naik 3-4% sebelum ada corona. Tapi bulan April sampai Juni ini kan masa periode pembatasan sosial ini mungkin periode terendahnya di tahun ini," kata dia.
Lebih lanjut, Rachmat menjelaskan kondisi akan semakin buruk lantaran melemahnya rupiah sehingga harga bahan baku diperkirakan akan naik. Padahal, pada semester kedua impor bahan baku harus segera dilakukan.
Belum lagi hambatan-hambatan dari negara eksportir bahan baku yang masih melakukan karantina wilayah atau lockdown untuk memutus rantai penularan virus sehingga volume impor akan berkurang.
(Baca: Daya Beli Melemah, Pertumbuhan Industri Makanan Terkoreksi)
"Suplai bahan juga tertekan karena negara lain terdampak dan bisa juga produksi di sana terdampak karena banyak orang yang tidak bekerja. Itu akan berpengaruh dari sisi volume suplai," kata Rachmat.
Adapun hasil survei internal yang dilakukan terhadap anggota Gapmmi memperkirakan penjualan makanan olahan turun 30% akibat menurunnya daya beli masyarakat yang terpukul pandemi corona. Pertumbuhan penjualan melambat saat bulan Ramadan dan Idul Fitri.
Kendati demikian, penghitungan angka pasti masih dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan penanganan wabah di Indonesia. Sedangkan produksi makanan olahan dipastikan tidak akan terhambat dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar di beberapa wilayah.
(Baca: Marak Corona, Industri Minuman Masih Genjot Produksi Jelang Puasa)