Pengusaha Menilai Pemerintah Tak Serius Benahi Industri Padat Karya

Image title
5 Juni 2020, 22:57
Pengusaha Nilai Pemerintah Tak Serius Benahi Industri Padat Karya.
Arief Kamaludin|KATADATA
Aktifitas pekerja Pabrik Sepatu dilokasi pabrik PT Adis Dimension Footwear di Balaraja Barat, Tangerang, Provinsi Banten, Senin (5/10). Apindo menyebut pemerintah tak serius benahi serapan tenaga kerja industri padat karya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerintah tak serius menangani permasalahan industri padat karya. Penilaian itu mengacu kepada jumlah tenaga kerja yang teserap dari investasi asing maupun dalam negeri sejak tahun 2010 hingga 2019 terus menurun.

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan, pada  2010 setiap Rp 1 triliun investasi yang masuk mampu menyerap sekitar 5.014 tenaga kerja. Sedangkan pada 2019, setiap Rp 1 triliun investasi hanya mampu menyerap 1.200 tenaga kerja.

"Dalam kurun waktu itu (2010-2019) kalau kita baca datanya berarti yang masuk itu adalah padat modal semua. Jadi memang pemerintah tidak pernah serius menggarap nilai tambah dari industri padat karya padahal dari jumlah investasi sangat besar," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (5/6).

(Baca: Pemerintah Godok Konsep Asuransi Pengangguran untuk Korban PHK)

Sedangkan menurut Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Indonesia pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun. Angka ini melampaui target yang sebesar Rp 792 triliun.

Adapun penyerapan tenaga kerja dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) pada 2019 hanya mencapai 1,03 juta orang, yakni PMDN sebesar 520,17 ribu orang dan PMA 513,66 ribu orang.

Hariyadi pun menilai, kondisi ini bisa jadi dikarenakan pemerintah cenderung menggunakan investasi tersebut untuk subsidi yang tidak produktif dibandingkan untuk mengembangkan nilai tambah industri padat karya. 

"Bila dilihat datanya berapa yang menerima subsidi listrik, jumlahnya 98,6 juta orang atau 40% dari populasi. Kalau cara berpikirnya seperti itu ya salah, karena ini penting dikaitkan dengan industri padat karya kalau kebijakan pemerintah tidak serius untuk penciptaan lapangan kerja," kata dia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebelumnya pun mengatakan peningkatan realisasi investasi tak sejalan dengan kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya teknologi.

(Baca: Menko Airlangga Sebut 89 Proyek Strategis akan Serap 19 Juta Pekerja)

"Menyangkut persoalan tenaga kerja, betul realisasi investasi tidak berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja," kata Bahlil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (3/2).

Menurutnya, kondisi ini terjadi lantaran investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan menggunakan teknologi mutakhir. Hal tersebut, lantas memotong mata rantai produksi menjadi lebih sederhana.

Dengan demikian, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi pun menjadi lebih sedikit. "Investasi yang masuk teknologinya tinggi, pasti akan terjadi pengurangan (kebutuhan tenaga kerja)," kata Bahlil.

Selain itu, di menyebut keterampilan yang dimiliki tenaga kerja di Indonesia masih rendah. Bahkan, Bahlil menyebut tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia rata-rata masih SD dan SMP. Alhasil, tidak banyak tenaga kerja yang terserap meski investasi yang masuk ke Tanah Air meningkat.

Oleh karena itu, dia berharap investasi yang masuk ke Indonesia di masa mendatang didominasi dari sektor manufaktur yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Pada tahun ini  BKPM menargetkan penanaman modal di sektor tersebut mencapai Rp 246,3 triliun.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...