Nilai Tukar Rupiah Lemah, Ekspor Alat Elektronik ke AS Melonjak
Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (GABEL) menyebutkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah mendongkrak ekspor alat elektronik.
Ketua Umum GABEL Oki Widjaja mengatakan, kondisi ini juga dipengaruhi lesunya permintaan domestik terhadap alat elektronik rumah tangga. Sedangkan permintaan pasar global hingga sekarang masih menunjukkan tren positif.
"Karena rupiah terpuruk jadi nilai mata uang kita murah sehingga barang yang diproduksi di Indonesia harganya turun. Ini yang positif, jadi yang saya lihat pasar domestik terpuruk tapi pasar ekspor masih baik," kata Oki kepada Katadata.co.id, Jumat (19/6).
Menurut dia, hingga sekarang sudah ada beberapa merek-merek produk elektronik yang telah mengekspor hasil produksi seperti Panasonic ke beberapa negara seperti Jepang, Eropa dan AS. Namun, permintaan tertinggi berasal dari AS lantaran adanya perang dagang membuat produk-produk asal Tiongkok berkurang.
(Baca: Rupiah Melemah Sebab Pasar Khawatir Kasus Baru Corona RI Masih Tinggi)
Kendati demikian, Oki belum dapat membeberkan berapa proyeksi peningkatan ekspor yang dapat diraih industri dalam negeri. "Saya belum bisa kasih datanya, nanti saja kalau semuanya sudah tekumpul. Untuk sementara berdasarkan perkiraan saja karena buat prediksi data juga tidak mudah," kata dia.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini atau secara year to date (ytd) hingga penutupan pasar spot hari ini, Jumat (19/6), telah melemah 259 poin dari level Rp 13.866 per dolar menjadi Rp 14.125 per dolar.
Meski demikian, rupiah sempat merosot hingga ke level Rp 16.525 per dolar pada 23 Maret. Rupiah baru mengalami tren penguatan mulai awal April hingga hari ini.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menjelaskan, pergerakan rupiah masih sangat rentan terhadap faktor eksternal. "Masih ada tarik menarik di global antara sentimen positif dan negatif sehingga rupiah belakangan ini bergerak tipis," ujar Tendra kepada Katadata.co.id.
(Baca: Rupiah Menguat ke Rp 14.062 di Tengah Ancaman Gelombang Kedua Corona)
Pembukaan ekonomi kembali di tengah pandemi memberikan sentimen positif ke pasar, termasuk kebijakan normal baru atau new normal di Indonesia. Namun di sisi lain, pasar masih mewaspadai peningkatan penyebaran Covid-19 dan gelombang kedua yang bisa menurunkan kembali aktivitas ekonomi.
"Ketegangan geopolitik regional di Asia antara dua Korea serta Tiongkok dan India, juga bisa menahan penguatan rupiah terhadap dolar AS," kata dia.