Harga Sapi Diprediksi Kembali Naik Jelang Idul Adha

Cahya Puteri Abdi Rabbi
9 Juni 2021, 18:37
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Boyolali melakukan pendataan harga daging sapi di Pasar Kota Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (11/5/2021). Kegiatan sidak gabungan tersebut bertujuan untuk mengendalikan dan mengetahui persediaan, harga dan ke
ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Boyolali melakukan pendataan harga daging sapi di Pasar Kota Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (11/5/2021). Kegiatan sidak gabungan tersebut bertujuan untuk mengendalikan dan mengetahui persediaan, harga dan keamanan pangan menjelang Idul Fitri 1442 Hijriah agar tidak merugikan masyarakat.

Menjelang Hari Raya Idul Adha 1442H, harga sapi diprediksi akan naik karena ada kebutuhan untuk kurban. Ketua Umum Komunitas Sapi Indonesia (KSI) Pusat Budyiono mengatakan, banyaknya kebutuhan tersebut menyebabkan populasi menurun.

Budiyono memperkirakan, harga sapi menjelang Idul Adha akan naik antara Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kilogram timbang hidup atau sekitar 10% dari harga saat ini, yakni Rp 48.000 sampai Rp 50.000 per kilogram timbang hidup.

“Kenaikan terjadi karena pada saat Idul Fitri kemarin, harganya sudah tinggi. Kemudian populasi juga semakin sedikit karena pemotongan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lebaran sangat besar,” kata Budiyono dalam Webinar Rantai Pasokan Sapi Menjelang Idul Adha 1442 H, Rabu (9/6).

Ia mengatakan, populasi yang semakin berkurang juga disebabkan karena kurangnya peternak lokal yang melakukan pembiakan sapi. Hal ini mengakibatkan jumlah pemotongan sapi betina produktif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjadi sangat tinggi.

Menurutnya, Indonesia belum memiliki industri breeding yang mencukupi untuk menjaga populasi sapi lokal. “Dengan demikian, pada saat kebutuhan akan sapi meningkat untuk momen tertentu, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, bagaimanapun kondisi sapinya, semua dipotong,” ujarnya.

Budiyono mengkhawatirkan depopulasi sapi lokal terus meningkat, karena sapi betina yang masih produktif seharusnya dikembangbiakan. Namun kondisi yang terjadi saat ini adalah, sapi betina produktif lebih banyak dijual untuk dipotong.

Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan, Indonesia akan sulit mencapai swasembada daging sapi jika tidak punya industri breeding.

"Kita harus mulai kembangkan industri pengembangbiakan sapi, karena akan sangat sulit dan mustahil kita swasembada tanpa itu," kata Khudori.

Simak Databoks berikut: 

Khudori mengatakan, industri breeding sangat diperlukan karena sebagian peternak sapi di Indonesia menjadikan ternaknya hanya sebagai sambilan. Dengan kata lain, ternak sapi akan dijual ketika pemiliknya membutuhkan uang.

Padahal, pasar membutuhkan pasokan sapi yang stabil sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Situasi ini yang menurut Khudori tidak ideal dan rentan terjadi gejolak.

Khudori menyebut, pengadaan sapi bakalan terus menurun dari tahun 2019 ke 2021. Pasalnya, Australia yang selama ini menjadi pemasok utama daging sapi maupun sapi bakalan ke Indonesia tengah mengalami masalah produksi.

Sementara itu, alternatif pengganti pemasok sapi bakalan selain Australia masih menemui banyak hambatan. Seperti harga, jarak, dan masalah penyakit mulut dan kuku (PMK). JelIa mencatat, realisasi impor sapi bakalan misalnya yang biasa mencapai 600 ribu ekor per tahun, pada 2020 hanya tinggal 400 ribu ekor. Masih terdapat kecenderungan melambat pada tahun ini.

“Kalau populasi sapi lokal kita tidak pernah bertambah dan masih terus mengandalkan impor, termasuk pada saat menjelang idul adha seperti sekarang, peluang terjadinya depopulasi akan sangat besar,” kata Khudori.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...