Indonesia Bidik Nilai Perdagangan dengan Korsel US$20 Miliar Tahun Ini
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menargetkan nilai perdagangan internasional antar Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) tahun ini mencapai US$ 20 miliar. Angka ini lebih tinggi 8,69% dari realisasi pada 2021 yang mencapai US$ 18,4 miliar.
Adapun raihan nilai perdagangan antara Indonesia dan Negeri Ginseng tahun lalu naik hampir 40% dibandingkan tahun 2020. Meskipun neraca perdagangan Indonesia terhadap Korsel masih mencatatkan defisit.
"Korea Selatan peringkat tujuh dari tujuan ekspor, dan peringkat enam dari (negara) asal impor. Perdagangan kedua negara berjalan baik dan Indonesia mendukung iklim investasi sekaligus usaha kedua negara," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Haratarto dalam Korea-Indonesia Business Forum, Selasa (22/2).
Di samping itu, Airlangga mengatakan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2021 yang mencapai 3,7% salah satunya didorong oleh investasi dari Korsel yang mencapai US$ 1,6 miliar.
Airlangga mengatakan capaian investasi tersebut salah satunya berkat penerbitan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mendorong realisasi investasi asal Korea Selatan yang ada di pipeline pada tahun lalu.
"Tadi dalam pertemuan dengan Menteri Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi (MoTIE) Korea Selatan Moon Sung Wook, (dia) mengapresiasi reformasi struktural yang dilakukan melalui Omnibus Law Cipta Kerja yang mendorong investasi Korea ke Indonesia dengan beberapa project yang sedang dalam pipeline," katanya.
Sejauh ini, investasi yang telah terealisasi adalah pabrik plastik hulu oleh PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) senilai US$ 4 miliar atau lebih dari Rp 60 triliun. Bentuk dari realisasi ini adalah pembangunan mesin naphta cracker atau mesin pengubah minyak mentah menjadi ethylene berkapasitas 1 juta ton per tahun.
Kapasitas produksi itu sama dengan pabrik Lotte di Amerika Serikat. Adapun konstruksi mesin dijadwalkan rampung pada paruh pertama 2025, sedangkan produksi untuk pasar komersil akan dilakukan pada semester II-2025.
LCI menargetkan pendapatan dari investasi ini mencapai US$ 2 miliar per tahun. Pasalnya, pabrikan ini akan terintegrasi dengan pabrik produsen polyethylene (PE), yakni PT Lotte Chemical Titan Nusantara Tbk.
Selain Lotte, perusahaan asal Korea Selatan yang merealisasikan investasinya adalah PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) senilai US$ 15 miliar. Pabrikan ini akan memproduksi mobil berlistrik atau electric vehicle (EV).
Pabrik baru Hyundai di Indonesia telah dibangun sejak Oktober 2021 dan direncanakan rampung pada April 2024. Selama 30 bulan konstruksi, HMMI berencana untuk memproduksi produk pilot. "Ini perlu terus didorong, terutama peningkatan kapasitas dan industri-industri penunjangnya," kata Airlangga.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Koordinator Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa peluang untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara masih sangat besar.
"Kami menyadari bahwa menimbang kekuatan dan potensi ekonomi yang besar dari kedua negara, peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan kerja sama masih terbuka lebar," katanya.
Shinta pun menekankan masih ada potensi kerja sama yang prospektif terkait rantai pasok dan rantai nilai antara kedua negara masih bisa digali lebih dalam.
Kadin Indonesia, lanjut Shinta, telah mengidentifikasi sejumlah peluang kerja sama dengan Korea Selatan, khususnya dalam konteks rantai pasok dan rantai nilai. Sektor-sektor yang dibidik itu antara lain industri baterai listrik, industri kimia, industri baja, industri kesehatan dan energi hijau.