Airlangga Sebut Kebijakan Deforestasi Eropa Bisa Bikin Rugi Rp 105 T
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menghitung dampak implementasi Undang-Undang Uni Eropa tentang Deforestasi atau EUDR. Ia mengatakan kerugian terhadap perdagangan Indonesia dengan UE akibat kebijakan tersebut bisa mencapai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 105,58 triliun.
Airlangga mengatakan aturan tersebut akan berdampak pada tujuh komoditas nasional. Beberapa adalah daging sapi, kakao, sawit, kedelai, kayu, dan karet.
Oleh karena itu, Airlangga telah membentuk Satuan Tugas Khusus bersama Pemerintah Malaysia dan Uni Eropa terkait implementasi aturan tersebut. Satgas akan melakukan dialog agar kebijakan tak diskriminatif.
"Selain itu, Satgas tersebut akan memberikan capacity building kepada pemilik kebun kecil," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Kamis (13/7).
EUDR akan mengenakan produk-produk sesuai dengan risiko deforestasi. Airlangga mencatat produk beresiko tinggi mendapatkan bea tambahan sebanyak 8%, risiko sedang 6%, dan risiko rendah 4%.
Agar tidak mendapatkan bea tambahan tersebut, produk yang akan masuk ke Eropa harus terverifikasi. Oleh karena itu, Airlangga mengajukan agar panduan verifikasi tersebut mengadopsi beberapa sertifikasi lokal.
Adapun, sertifikasi lokal yang dimaksud adalah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk olahan kayu dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk kelapa sawit dan turunannya.
"Dalam berbagai kasus, tentu Uni Eropa perlu verifikasi dan itu ada ongokosnya, siapa yang menanggung ongkos tersebut?" kata Airlangga.
Airlangga menyarankan Uni Eropa untuk menghilangkan adanya geo location pada setiap produk yang masuk ke Eropa. Menurutnya, hal tersebut akan menyulitkan hingga 17 juta petani sawit nasional.
Sebelumnya, Airlangga menjelaskan EUDR tidak mengakui standar yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia, seperti SVLK dan ISPO. Aturan tersebut juga tidak mengakui sertifikasi CPO lain, seperti Malaysia Sustainable Palm Oil maupun Roundtable Sustainable Palm Oil.
Airlangga menganggap kebijakan tersebut berlebihan lantaran Indonesia dan Malaysia patuh kepada beberapa aturan lembaga internasional. Oleh karena itu, ia menilai penerapan UEDR dapat menimbulkan gejolak perdagangan antara Indonesia dan Eropa.
.