Penerbitan Aturan tentang Social Commerce Kembali Molor, Ada Apa?
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan akan membahas kelanjutan revisi Peraturan Menteri Perdagangan no. 50-2020 di Kementerian Sekretariat Negara sore ini, Senin (11/9). Politisi PAN yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan pembahasan tersebut akan menentukan apakah penjualan melalui media sosial akan sepenuhnya dilarang atau tidak.
Secara sederhana, Permendag no. 50-2020 mengatur terkait izin usaha, iklan, pembinaan, dan pengawasan usaha melalui media sosial. Zulhas menyampaikan, draf revisi beleid tersebut telah diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan harmonisasi.
Penerbitan revisi aturan Permendag no.50-2020 kembali tertunda setelah sebelumnya ditargetkan selesai Agustus. Menurut Zulhas, hal itu disebabkan karena aturan tersebut harus melewati harmonisasi peraturan kementerian lain.
"Harus ada harmonisasi peraturan dari kementerian lain, tapi kalau dari kami sudah selesai," kata Zulhas di Hotel Vertu, Senin (11/9).
Zulhas menyampaikan revisi aturan tersebut diperlukan mengingat dampak negatif dari perdagangan melalui media sosial atau yang saat ini disebut social commerce. Perdagangan tersebut membuat produk impor beberapa komoditas membanjiri pasar lokal.
Dia mengatakan, beberapa komoditas yang dibanjiri produk impor tersebut adalah tekstil dan produk tekstil, kosmetik, dan produk besutan usaha mikro, kecil, dan menengah.
"Katanya pasar mereka sedang diserbu besar-besaran oleh produk dari luar negeri. Maka dari itu, kami akan tata. Ini sedang ditata," ujar Zulhas.
Zulhas menyampaikan ada lima fokus dalam draf revisi Permendag no. 50-2020, yaitu:
1. Daftar positif
Zulhas mengatakan, komoditas yang masuk dalam daftar adalah produk yang belum bisa diproduksi secara lokal.
2. Izin berusaha tidak boleh satu
Zulhas menjelaskan media sosial yang melakukan usaha jual beli harus memiliki izin jual beli. Menurutnya, hal tersebut dapat melindungi konsumen dari penargetan yang dilakukan oleh media sosial.
Zulhas menilai media sosial dapat dengan mudah mengidentifikasi perilaku setiap akun yang terdaftar. Hasil identifikasi tersebut akan diolah agar setiap akun melakukan pembelian sesuai dengan perilaku tersebut.
"Nanti produk dalam negeri yang masuk di commerce itu bisa sedikit, bisa direm oleh media sosial. Lalu produk miliki media sosial dapat masuk dan dipasarkan ke akun-akun tadi. Jadi, produk lokal kita bisa mati," kata Zulhas.
3. Standar barang
Menurut Zulhas, setiap barang impor yang dijual melalui media sosial harus memenuhi Standar Nasional Indonesia. Zulhas mencatat salah satu dokumen yang harus dilengkapi dalam pemeriksaan SNI tersebut dokumen asal-usul barang.
4. Media sosial tidak bisa menjadi produsen.
Zulhas menekankan barang yang dijual dalam media sosial harus dibuat oleh pihak lain.
5. Nilai minimum transaksi dalam media sosial adalah US$ 100
Zulhas tidak menjelaskan lebih lanjut apakah minimum transaksi tersebut merupakan batas nilai barang yang dibeli atau jumlah minimum nilai barang dalam sebuah transaksi.
"Ini akan dibahas di Kementerian Sekretariat Negara," ujarnya. Adapun, Zulhas tidak merespon saat ditanya tenggat waktu penerbitan aturan tersebut.