Kena Denda Keterlambatan Smelter Rp 7,77 T, Ini Tanggapan Freeport
PT Freeport Indonesia (PTFI) berpotensi menerima denda administratif akibat keterlambatan pembangunan smelter tembaga Manyar di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate Gresik. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung PTFI akan dikenakan denda sebesar US$ 501,94 juta atau Rp 7,77 triliun.
VP Corporate Communications dan Juru bicara PTFI Katri Krisnati memberi tanggapan mengenai penghitungan potensi denda ini. “Terkait denda keterlambatan, kami terus berkoordinasi dengan Pemerintah,” kata Katri saat dihubungi oleh Katadata.co.id pada Kamis (7/12).
Katri menjelaskan bahwa rencana penyelesaian pembangunan smelter PTFI sesuai dengan Kurva S yang disepakati dengan pemerintah. Sejauh ini progres smelter sesuai dengan target rencana yang disepakati oleh pihak terkait. “Sampai November, kemajuan pembangunan Smelter PTFI sudah mencapai lebih dari 83%,” kata dia.
Berbeda dengan keterangan PTFI, sebelumnya BPK menuliskan penghitungan potensi denda ini mengacu pada temuan terkait laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan. Dimana sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PTFI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.
Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan, progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam yang dicapai PTFI tidak mencapai 90%.
Besaran denda sebesar US$ 501,94 juta tersebut merujuk pada data realisasi penjualan ekspor PTFI usai mereka mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta metrik ton hingga Mei 2024.
"BPK melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PTFI dan diperoleh nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar US$501,94 juta," tulis BPK dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023, dikutip Selasa (5/12).
BPK menilai ketidaksesuaian verifikasi kemajuan fisik pembangunan smelter Manyar mengakibatkan negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administratif dari PTFI senilai US$ 501,94 juta atau sekira Rp 7,77 triliun.
Adapun perpanjangan masa izin ekspor merupakan upaya untuk memitigasi dampak negatif larangan ekspor mineral mentah yang akan berlaku mulai 10 Juni 2023, yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara (UU Minerba), sekaligus memberikan kesempatan perusahaan untuk menyelesaikan proyek smelter.