Soal Cukai Minuman Berpemanis, Pengusaha: Industri Akan Terpuruk

Andi M. Arief
6 Februari 2024, 17:34
cukai minuman berpemanis, minuman berpemanis
ANTARA FOTO/Cahya Sari/sgd/foc.
Warga melintas di samping rak berisi minuman berpemanis di salah satu toko retail, Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK yang berlaku tahun ini akan memukul sektor industri. Asosiasi Industri Minuman Ringan atau Asrim memperkirakan performa penjualan minuman dapat semakin anjlok. 

Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo menyebut industri minuman masih berjuang untuk rebound setelah terdampak pandemi Covid-19. "Dalam tiga tahun, dari 2019 sampai 2022, volumen penjualan minuman berpemanis dalam kemasan 0% alis flat," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (6/2). 

Hingga pertengahan tahun lalu, volume pertumbuhannya malah minus. "Kami masih menunggu data akhir 2023, tapi kami pesimistis hasilnya baik," ucapnya. 

Ia berharap, masih ada ruang diskusi terkait penerapan cukai tersebut. Menurut dia, pemerintah perlu mempertimbangkan tujuan cukai MBDK dari sisi waktu penetapan dan desain kebijakan.

Di sisi lain, penerapan cukai MBDK tidak menyelesaikan akar masalah. Pemerintah berencana menerapkan cukai tersebut untuk menurunkan angka penyakit tidak menular, termasuk obesitas dan diabetes.

Triyono berargumen, kontribusi minuman berpemanis dalam kemasan pada pola makan konsumen lokal sangat kecil. Data Institut Pertanian Bogor (IPB)  menunjukkan pola makan konsumen nasional didominasi makanan dan minuman non-olahan hingga 70%. Kontribusi makanan dan minuman olahan hanya sebesar 30%. "MBDK adalah hanya bagian dari mamin olahan," ucapnya.

Lalu, studi Kementerian Kesehatan pada 2014 menunjukkan kontribusi kalori minuman (olahan dan non-olahan) hanya 10%. Dari angka ini, kontribusi kalori dari MBDK hanya 2,4%. "Karena itu, kami melihat kebijakan cukai MBDK ini tidak akan efektif untuk menjawab permasalahan prevalensi penyakit tidak menular," katanya.

Triyono berpendapat,  implementasi cukai MBDK hanya akan mengganti industri minuman ringan siap saji ke minuman manis lainnya, seperti bobba tea, kopi seduh, dan lainnya. Karena itu, Triyono mendorong pemerintah untuk menerbitkan kebijakan yang lebih komprehensif mengelola risiko penyakit tidak menular di dalam negeri.

Sebagai informasi, wacana implementasi cukai MBDK muncul dalam anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022 dan 2023. Namun, rencana tersebut tak kunjung direalisasikan walau target penerimaan dari cukai BMDK telah ditetapkan.

Tahun ini, pemerintah menargetkan pendapatan negara dari cukai MBDK adalah Rp 4,39 triliun. Target tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo juga mengatakan cukai plastik dan MBDK akan terlaksana pada 2024. Dengan adanya peraturan baru ini diharapkan dapat mengurangi angka penyakit diabetes.

“Cukai diharapkan tetap meningkat karena tujuannya mengendalikan, tahun depan rencananya minuman berpemanis supaya tidak kena diabetes dan lebih sehat,” ujar Yustinus dalam acara BTPN Economic Outlook 2024 pada November 2023.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...