Saleh Husin Usul Atasi Gejolak Harga Sawit, Hilirisasi hingga Insentif
Menteri Perindustrian Indonesia periode 2014-2016, Saleh Husin, mengusulkan sejumlah langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan gejolak harga kelapa sawit. Kebijakan tersebut mulai dari hilirisasi hingga insentif.
Hal tersebut ia sampaikan saat menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia pada Sabtu (24/2) di Makara Art Center, Kampus UI Depok.
Saleh mengangkat disertasi dengan judul “Hilirisasi Industri Sawit untuk Memperkuat Perekonomian Nasional dan Meningkatkan Posisi Tawar Indonesia dalam Perdagangan Dunia”.
Dalam paparan disertasinya, Saleh Husin menegaskan bahwa Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia, seharusnya dapat mengendalikan perdagangan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) pada pasar internasional.
“Hilirisasi dapat memperkuat perekonomian nasional dengan meningkatkan nilai ekspor, menurunkan impor, menghemat devisa, sehingga menambah produk domestik bruto,” ujarnya melalui siaran pers, Minggu (25/2).
Dia menambahkan bahwa hilirisasi juga meningkatkan produktivitas petani sawit, maupun industri pengolahan sawit, sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Selain itu dengan hilirisasi Indonesia memiliki kemampuan lebih besar dalam mengendalikan harga sawit internasional, karena industri tak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah. Besar kecilnya suplai sawit pada pasar internasional dikendalikan Indonesia sesuai dengan besar kecilnya kebutuhan sawit di dalam negeri.
Saleh Husin juga mendorong pemerintah agar perlu memberikan insentif perpajakan untuk mengundang investasi pada produk hilir kelapa sawit pada tingkat akhir, seperti produk kosmetika, makanan kemasan, dan bahan bakar sawit.
Dia pun mengapresiasi kebijakan industri sawit dalam PP No. 74 Tahun 2022, sekaligus berharap tetap dilanjutkan dan dipercepat pelaksanaannya. Ekspor sawit perlu didukung oleh peraturan-peraturan yang lebih sederhana, serta pemberian insentif untuk ekspor produk hilir.
“Penting pula untuk meningkatkan aktivitas bursa sawit Indonesia sehingga pengendalian harga sawit internasional dapat berada di Indonesia,” ujar Managing Director Sinar Mas ini.
Lebih lanjut, ia menyimpulkan bahwa hilirisasi industri kelapa sawit merupakan bagian dari industrial deepening kelapa sawit yang menjadi kunci peningkatan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa.
Saleh juga menunjukkan kalkulasi yakni apabila penurunan ekspor produk hulu sebesar 5% dan ekspor produk hilir naik 15%, maka diperkirakan devisa Indonesia akan meningkat sebesar US$ 7 miliar per tahun atau hampir Rp 110 triliun (asumsi kurs Rp 15.600/US$). Sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
Saleh Husin optimistis hilirisasi akan sukses asalkan didukung oleh kebijaksanaan dalam regulasi dan perpajakan ekspor minyak kelapa sawit yang lebih sederhana. Untuk itu, diperlukan adanya suatu instrumen untuk mengurangi ekspor produk hulu dan meningkatkan ekspor produk hilir kelapa sawit.
“Hilirisasi merupakan kunci untuk mengendalikan ekspor minyak kelapa sawit, dengan demikian Indonesia dapat mengendalikan harga internasional, yang selama ini lebih dikendalikan oleh bursa Malaysia dan Belanda,” kata dia.
Tak tanggung-tanggung, dia juga memacu pemerintah Indonesia untuk berani mengurangi volume ekspor minyak sawit ke Malaysia dan Belanda. Sehingga Belanda jika ingin membeli sawit langsung dari Indonesia, tanpa perantaraan Malaysia.
Meski demikian, Saleh tetap mengingatkan agar langkah tegas ini dilakukan dengan perhitungan yang cermat untuk menentukan pengurangan volume ekspor yang optimal yang tidak merugikan Indonesia sendiri. “Di sisi lain, manfaat pengurangan ekspor ini juga dapat menepis kampanye negatif yang dilancarkan oleh Eropa,” ujarnya.
Sebagai informasi, Sidang Terbuka Promosi Doktor ini dipimpin oleh Ketua Sidang Athor Subroto, S.E.,M.M., M.A., Ph.D. Sedangkan Promotor ialah Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si.,M.M; KoPromotor 1 Dr. Drs. A. Hanief Saha Ghafur, M.S. dan KoPromotor 2 : TM Zakir Machmud, Ph.D.
Adapun para penguji yakni Dr. Polit Sc. Henny Saptatia D.N, Dr. Fibria Indriati Dwi Liestiawati, S.Sos., M.Si., Muliadi Widjaja, Ph.D, Mohamad Dian Revindo, Ph.D., dan Muhammad Syahroni Rofii, S.H.I., M.A., Ph. D.