Tak Ada Ekspansi Kebun Sawit, Produksi CPO Tahun Ini Diramal Stagnan
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki memproyeksikan produksi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak kernel sawit (PKO) tahun ini stagnan, atau sama dengan capaian tahun lalu sekitar 54 juta ton.
Berdasarkan data Gapki, total produksi sawit tahun lalu mencapai 54,84 juta ton dengan rincian produksi CPO 50,06 juta ton dan PKO 4,77 juta ton. Produksi sawit 2023 naik 7,09% dari capaian tahun sebelumnya sebesar 51,24 juta ton.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan produksi sawit 2024 akan stagnan lantaran tidak ada ekspansi kebun sawit. Pada saat yang sama, laju peremajaan kebun sawit oleh perkebunan rakyat masih rendah.
"Kami berharap produksi tahun ini bisa naik dari peremajaan sawit pada tahun ini," kata Eddy dalam konferensi pers di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (27/2).
Eddy menyampaikan produksi sawit pada 2019-2022 cenderung stagnan di angka 51 juta ton karena moratorium ekspansi perkebunan sawit oleh perusahaan. Namun produksi sawit naik hingga 7% pada tahun lalu lantaran ekspansi yang dilakukan oleh masyarakat.
Secara rinci, ekspansi oleh masyarakat tersebut menambah total luas kebun sawit hingga 300.000 hektare (Ha). Alhasil, luas kebun sawit yang menghasilkan pada 2023 bertambah sekitar 260.000 Ha.
Peningkatan produksi sepanjang 2023 diikuti tumbuhanya konsumsi sawit nasional sebesar 9,8% secara tahunan menjadi 23,21 juta ton. Pertumbuhan tersebut didorong oleh naiknya konsumsi sawit untuk industri biodiesel sebesar 17,67% secara tahunan menjadi 10,64 juta ton.
Sementara itu, konsumsi sawit untuk industri makanan tumbuh 4,1% secara tahunan menjadi 10,29 juta ton. Dengan kata lain, konsumsi sawit oleh biodiesel pertama kalinya melebihi konsumsi industri makanan dalam sejarah.
Eddy menilai tren tersebut akan berlanjut pada tahun ini dengan peluncuran program B40. Dengan kata lain, konsumsi sawit dalam negeri diprediksi kembali tumbuh tahun ini.
Menurut dia, dinamika konsumsi sawit nasional akan mengurangi volume ekspor sawit tahun ini. Pada saat yang sama, perekonomian negara-negara tujuan ekspor CPO nasional belum membaik, khususnya Amerika Serikat (AS) dan Cina.
Berdasarkan data Gapki, total ekspor CPO dan PKO nasional tahun lalu mencapai 32,21 juta ton. Angka tersebut susut 2,82% dari capaian 2022 sejumah 33,15 juta ton.
Cina menjadi negara tujuan ekspor utama industri sawit nasional pada 2023 yang mencapai 7,73 juta ton atau 24% dari total volume ekspor. Angka tersebut naik 23% atau lebih dari 1 juta ton dari capaian 2022 sejumlah 6,28 juta ton.
Sementara itu, AS menjadi pasar keenam terbesar dengan volume 2,51 juta ton pada 2023. Konsumsi sawit Negeri Paman Sam tercatat tumbuh 10% dari capaian tahun sebelumnya sejumlah 2,27 juta ton.
Eddy memproyeksikan pengapalan CPO ke AS akan sulit tahun ini lantaran masih tingginya inflasi di negara itu. Adapun, ekspor sawit ke Cina akan menurun seiring proyeksi perlambatan ekonomi.
Kondisi tersebut diperburuk dengan perang antara Rusia dan Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Eddy menilai agresi tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian global.
Faktor terakhir yang diperkirakan menyeret performa ekspor sawit nasional adalah kampanye negatif terhadap produk sawit. Eddy mencontohkan pemberlakuan Regulasi Deforestasi Uni Eropa yang akan diimplementasikan Januari 2025.
"Kampanye negatif bukan hanya di Eropa, ternyata juga di India dan Amerika Serikat, padahal mereka menggunakan minyak sawit sangat besar. Ini tantangan kami," ujarnya.